Cerpen Biarkan Aku Yang Pergi
Biarkan Aku Yang Pergi Jangan Ning
Cerpen Karangan: Eva Fadilah
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Pengorbanan, Cerpen Tersentuh perasaan
Lolos moderasi pada: 16 August 2022
Tahun sudah menunjukan palu 22.15 saja gadis bersurai tahapan ini belum juga tidur engkau tiduran di ranjangnya sembari meluluk jam dinding. Tapi tiba tiba anda merasakan ngilu di bagian pinggangnya. “Mah, kebobrokan ginjalku kambuh juga” teriaknya dengan irama lembam, namun tak ada respon. Tapi tak lama kemudian gadis bernama Ghina itu pingsan dan bukan sadarkan diri.
Keesokan harinya, ketika ibunya memasuki kamar ia terkejut meluluk kondisi anaknya yang tergeletak lembam. “Rayhan! Ayah! Cepat kalian ke sini!!” Teriak ibu dengan wajah cemas, enggak lama kemudian mereka empat mata datang dan menanyakan apa nan mutakadim terjadi pada Ghina. “Suka-suka barang apa dengan Ghina, bu?” Tanya Rayhan kepada ibunya. Ibu hanya menangis dan tidak menjawab pertanyaan Rayhan, “Kita bawa kamu ke rumah ngilu!”.
Setelah sampai di rumah sakit, Ghina taajul ditangani dokter saat Ghina menengah ditangani, ibu namun bisa menangis karena takut kehilangan momongan perempuan kesayangannya itu. “Ibu yang hening yah, Ghina pasti baik baik aja kok” sebut Rayhan seraya memufakatkan ibunya, “Bagaimana ibu boleh sepi, Ray! Dia tuh suatu satunya harta mamah yang sekarang mamah miliki!!” ucap ibunya dengan nada senggak. Hati Rayhan serasa sakit ketika mengetahui bahwa ibunya selama ini lebih menganakemaskan Ghina dibanding dirinya dan Rayhan hanya bisa tersenyum membentangi sakit hatinya, bilang menit kemudian Medikus keluar dan segera menjelaskan bahwa Ghina harus menjalani basuh darah sebulan sekali.
Setelah beberapa hari kemudian, Ghina kembali cegak dan menjalani aktivitas sekolahnya sebagai halnya biasa. “Dek, kakak anterin yuk ke sekolah!” Serigala Rayhan dengan halus kepada Ghina, “Gak cak hendak ah! Mending ekuivalen ayah aja soalnya seandainya sekufu kakak kebut kebutan!” Jawab Ghina dengan cuek. “Bener kamu suka kebut kebutan, Ray?” Tanya ibu lega Rayhan. Belum luang dijawab, Ghina langsung menyambar pertanyaan ibunya dengan spontan bahwa Rayhan sering kebut kebutan di urut-urutan, padahal Rayhan tak kekeluargaan kebut kebutan tapi menurut Ghina memang begitu juga itu. “Jika pake mobil jangan kebut kebutan, Ray nanti adik anda bisa kenapa napa” tutur ibu sederum menasihatinya. Rayhan namun menganggukkan kepalanya, silam Rayhan berpamitan kepada ibunya, belum luang menyalami, Ghina dengan cepat mendahuluinya. “Bu, Ghina mulai terlampau yah! Ayah, marilah kita mulai!” anjing hutan Ghina pada ayahnya. Ayahnya kembali segera redup dan membawa koper kantornya, Rayhan belaka bisa tersenyum melihatnya walau hatinya dayuh saat tidak sempat salam pada ibu dan ayahnya yang segera memencilkan.
Di perjalanan, Rayhan merasa dirinya terabaikan dari keluarganya kamu tak pernah disayangi oleh ibu dan ayahnya saja ia bukan marah hanya saja ia sering berpikir kenapa dia dilahirkan kalau lain disayangi makanya kedua orangtuanya, mereka lain adil pada dirinya ia namun menyayangi Ghina dibanding dirinya. “Apakah aku tak berarti di spirit mereka? Mengapa aku diabaikan oleh keluargaku koteng sama dengan ini? Jika aku bukan pantas mengapa Kau lahirkan aku di mayapada ini!!” cak bertanya Rayhan di relung hati sembari berteriak, “Arghhh!!” Rayhan juga menangis sejadi-jadinya meskipun ia junjungan laki langgeng tapi hatinya bisa menangis detik tersakiti.
Tiba start dari jihat bertentangan datang sebuah oto sedan biram dan mencium mobilnya setakat adapun pokok kayu dan membuatnya terluka parah. Setelah beberapa menit setelah keadaan itu, warga cak bertengger dan segera membawa Rayhan ke flat guncangan.
Saat sampai di rumah sakit, koteng bidan mengabari ibunya dan segera memberitahu bahwa Rayhan mengalami kesialan otomobil. “Halo apakah ini orangtua dari Rayhan Fernanda?” Tanya bidan itu “iya benar ini saya ibunya, ini dengan siapanya?” Jawab ibu dengan rasa penasaran, “Ini dari Rumah Sakit Medika permata, cak hendak memberitahu bahwa anak ibu mengalami kecelakaan dan sekarang anda menengah ditangani oleh dokter” jelas suster itu. Ibu spontan menangis ketika sempat bahwa Rayhan mengalami kecelakaan dan sira kembali segera bergegas ke luar buat pergi ke apartemen ngilu menangkap tangan Rayhan tanpa menutup telepon.
Setelah sampai di rumah remai, ibu buru-buru menanyakan ruangan gelanggang Rayhan ditangani, “Sus, dimana momongan saya waktu ini? Dia baik baik aja kan?” pertanyaan ibu pada dukun bayi itu dengan rasa mamang, “Anak asuh ibu berharta di ruangan UGD dan waktu ini ia paruh ditangani mantri” jawab perawat itu dengan menunjukkan ruangannya. Ibu pun berlari merentang ruangan UGD lakukan menemui anaknya itu, sesampainya pas sekali dokter keluar rubrik, dan ibu menanyakan situasi Rayhan. “Dok, gimana keadaan anak saya dok? dia baik baik aja kan?” tanya Ibu dengan air alat penglihatan merintik-rintik di matanya. “Peristiwa anak ibu sekarang sedang tanggap dan harus dibawa ke ruangan ICU” jawab dokter itu dengan pasrah. Ibu pun menangis sekuat-kuatnya momen mencerna Rayhan kritis.
Rayhan yang terbaring lemas di peraduan itu dengan layar monitor detak jantungnya dan ditemani ibunya yang tak henti-hentinya menangis karena tak tega mematamatai anaknya sebagai halnya ini dan mengelus kepala Rayhan dengan subtil walau sira tak dapat merasakannya, hingga ibu tak ingat dan bukan sempat memberitahu ayah dan Ghina jikalau Rayhan kegeruhan. Lalu ia melihat sebuah buku catatan harian Rayhan dan membacanya, sutra demi lembar ia buka dan tak tahan menahan air mata ketika sempat bahwa selama ini Rayhan sedikit diperhatikan oleh keluarganya. Ia menyadari bahwa selama ini kasih sayangnya hanya untuk Ghina tak untuk Rayhan, “Cerbak maafin mamah yah selama ini Mamah sering kali membuat anda sedih dan maafkan mamah sekiranya selama ini gak pernah ngasih perhatian sepadan kamu, maafin mamah yah nak.” ucap ibu sembari menyapu kepala dan menabrak kening Rayhan dengan berlinang air mata.
Pasca- bilang jam, ibu tertidur pulas di samping Rayhan dan enggak tahu jika Rayhan menunjukkan gerak tangannya yang lapangan alun-alun, mendadak ia mendedahkan matanya dan mengaram sekelilingnya. Lalu kamu menyibuk ibunya yang terpejamkan pulas nan setia menemaninya. “Mah, makasih yah udah nemenin Rayhan, Rayhan seneng banget mah” ucap Rayhan dengan nada lemas terasa cacat sesak di dadanya lampau kamu membuka perangkat bantu itu, air matanya kembali membasahi pipinya. Ibu pun siuman dan tergegau menyibuk anaknya sudah pulang ingatan, “Sayang, kamu udah sadar kenapa gak bangunin mamah?” tanya ibu dengan perhatian demen dan pada. “Cerbak? Rayhan yunior denger mamah bilang gitu padahal panggilan itu cuman bakal Ghina” ucap Rayhan dengan rasa trenyuh karena baru pertama kelihatannya ia dipanggil sayang oleh ibunya. “Ah anda bisa aja” jawab ibu dengan pendek.
Lalu menginjak tiba ayah datang dengan muka khawatir, “Ayah? Kenapa ayah menclok tiba tiba gitu ayah adv pernah dari mana jikalau Rayhan kemalangan? Ada barang apa?” soal ibu dengan resah. “Ayah gak tau soal itu, tapi yang ayah tahu sekarang Ghina lagi dirawat dan keadaannya memburuk, dan dokter bilang ginjal Ghina sudah tak berfungsi lagi dan butuh donor kalau bukan nyawanya takkan terselamatkan.” jelas Ayah puas ibu, lewat ayah kembali menjauhi dengan wajah lenyai. “Ayah cak hendak kemana?” Pertanyaan ibu pada ayah namun tak suka-suka jawaban darinya mungkin ia sesak terharu karena Ghina adalah anak kesayangannya yang kini sedang sakit dan sangat gelisah culas untuk menjawabnya.
Mendengar penjelasan terbit ayah, Rayhan merasa iba dan ingin sekali menolong adiknya itu. Tapi engkau takut kalau ibu melarangnya, karena niat baiknya Rayhan memutuskan bakal mendonorkan ginjal itu kerjakan adiknya walau nyawa taruhannya. Setelah memberitahu semuanya ibu sepakat dengan keputusannya untuk mendonorkan ginjal pada Ghina. Ibu dan Rayhan pula segera mendapati Ghina yang waktu ini keadaannya makin loyo.
Selepas sesampainya, Ghina mematamatai ada yang membuka pintu dan ternyata dia adalah ibu yang semenjana menyorong geta roda kakaknya nan lumpuh karena kakinya terpotong. “Kak Rayhan?” panggil Ghina dengan nada lembam dan tampang pucat, “Iya, dek ada barang apa?” Cak bertanya Rayhan pada Ghina. “Kakak kenapa? Cak kenapa pake takhta roda? Ayuk abis kecelakaan yahh?” Cak bertanya Ghina dengan beberapa pertanyaan pada kakaknya. Rayhan pun menjelaskan jikalau ia tak apa apa dan hanya cacat lemah bikin melanglang. “Kakak, gak boong cerek?” Soal Ghina dengan rasa syak hati, “beneran teteh gak papa dek seandainya perlu kakak berdiri dan jalan” jawab Rayhan dengan beriman bahwa dia bisa berdiri tanpa pertolongan kursi roda. “Gak usah gak pa.. pa” jawab Ghina dengan rasa sakit di pinggangnya.
“Dek, ayunda mau donorin geli-geli ini buat kamu, biar kamu gak sakit sakitan juga dan kelak di ketika mbak udah gak bisa nemenin kamu lagi, engkau jaga ginjal ini bikin kakak yah” jelas Rayhan pada Ghina dengan rasa cak hendak berkorban demi adiknya. Cempeng ini membuat Ghina kaget dan tak menyangka kalau kakaknya rela antap demi dirinya dan membuat Ghina mendorong keinginan kakaknya itu. “Gak! Mbakyu gak boleh ngelakuin ini semua kak! Ghina gak mau kakak donorin ginjal itu untuk Ghina, biarin aja, takdirnya Ghina yang harus meninggal!” Ucap Ghina dengan nada marah dan kemudian rasa sakit itu nomplok dengan hebatnya lalu pingsan. “Ghina anda kenapa gegares?” Ucap ibu dengan cemas dengan menepuk nepuk pipi Ghina “Ini semua gara gara engkau, Ray!! Kenapa dia beberapa ingin mendonorkan ginjal itu buat Ghina!” Bentak ayah plong Rayhan. “Yah, Rayhan ngelakuin ini demi kesembuhan Ghina, biar Ghina gak sakit sakitan lagi, segala keseleo yang dilakuin Rayhan ini Yah?” Jawab Rayhan dengan nada bentak dan bercucuran air mata. “Kenapa kalian bertikai seperti ini! Kalian terlebih mempersulit kejadian!” bentak ibu dengan rasa hilang akal dengan kejadian Ghina.
Lalu, Dukun pun datang karena tak sengaja mendengar semuanya momen kamu lewat ruang rawat Ghina. “Ada apa ini kok ribut-ribut?” Tanya tabib itu, “Gak bermanfaat dok, waktu ini nan terdepan selamatkan anak saya” jawab ibu dengan beribu ribu kecemasan dalam hatinya. “Baik, bu” Ucap dokter itu nan taajul mempersiapkan alatnya lakukan menyelamatkan nyawa Ghina.
Ketika madya ditangani dokter, semuanya diam terpaku di wadah dan lain adv pernah segala apa yang harus dilakukan selain berdo’a kerjakan keselamatan Ghina. Beberapa menit kemudian dokter selesai menindak Ghina. Medikus pun tertentang seperti mana menyerah dengan terpaksa ia mengatakan seandainya nyawa Ghina tak tertolong lagi, dan ibu juga menangis sekata-jadinya dan memeluk fisik Ghina yang sudah lalu tak bernyawa sekali lagi.
Keesokan harinya, Ghina dimakamkan di pekuburan yang enggak jauh dari rumah. Di pusaran Ghina, ibu bukan henti hentinya menangisi kepergian Ghina seperti itu nan tiba start. “Ibu, Ayah, Kak Rayhan maafin Ghina, Ghina pergi gak bilang bilang, Ghina cuman pengen Kak Rayhan merasakan apa yang dulu aku rasain, maafin yah sekiranya Ghina hijau kasih sempat semua ini, Maaf juga buat Kak Rayhan maafin Ghina kalau nolak kerinduan kakak cak bagi donorin ginjal, tapi makasih kalau kakak udah berkorban cak bagi aku, Biarkan Aku Yang Menjauhi Jangan Kakak.” sebut badan Ghina yang kini tenang di umbul-umbul sana.
Radu
Cerpen Tulisan: Eva Fadilah
Assalamualaikum wr wb
Namaku Eva Fadilah, umurku 15 hari aku papan bawah X IIS 2 sekolahku di MAN 1 Bandung, hobiku mengaji novel ..maaf yahh sekiranya cerpennya gak nyambung maklum masih belajar.. hehehe
Wassalam
Cerpen Biarkan Aku Yang Pergi Jangan Kakak merupakan cerita pendek coretan
Eva Fadilah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya lakukan membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
“Kamu senang cerpen ini?, Share donk ke temanmu!”
Share ke Facebook Twitter WhatsApp
” Baca Juga Cerpen Lainnya! “
Adakah Waktu Lakukan Ibumu
Oleh: Elfira Agustin
‘Ketika waktu memisahkan kita, jarak sanding ku inginkan bersamamu. Walau kau tak mengasakan waktuku bersamamu, karena kesibukanmu yang lain terhitung. Momen aku mencari perhatianku kepadamu, kau lain menginginkan rasa
Dream In My Life
Oleh: Sanniu Cha Putri
Banyak bani adam yang ingin dirinya selalu merasakan kejayaan, tapi kenyataannya mereka hanya berbicara tanpa melakukannya. Aku putri. Hidup yang selalu bergayutan dengan mimpi. Selalu melamun untuk memiliki vitalitas sesuai
Tersenyumlah Baskara
Oleh: Vatrischa Putri
N timur kulihat baskara telah mengutarakan semburat kilauan. Ketika, menit, jam, hari, bulan, kutau terus ajal. Pulang ingatan tidaknya tatap saja si baskara mutakadim tersenyum kepadaku. Luhur, hanya itu yang
Di Mengot Sebuah Payung
Makanya: Hesty Juwita Sari
Terik. Periode ini seperti itu panas, sampai-sebatas cahaya matahari membentuk kulitku hampir terbakar, jemuran sekali lagi sekejap kersang. Bau asap-tabun polusi menyergap masuk ke rabu membentuk kotor udara. Ditambah suara bising
Bawah tangan Pendar Senyuman
Oleh: Atik maghfiroh
“Jangkau semua jemariku, rangkul aku dalam bahagiamu, ku ingin bersama berdua selamanya. Seandainya ku urai mata ini ku ingin sayang ada dirimu dalam kelemahan lever ini bersamamu, aku tegar”
“Hai!, Apa Kamu Suka Buat Cerpen Juga?”
“Kalau iya… jangan lupa untuk utus cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui jerambah nan sudah kita sediakan
di sini. Puluhan ribu penyalin cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut memarakkan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan beliau?”
Source: http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/biarkan-aku-yang-pergi-jangan-kakak.html
Posted by: soaltugas.net