Kebutuhan Sistem Dalam Media Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Portal I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kemampuan momongan memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, adab mulia, serta kecekatan yang diperlukan dirinya, mahajana, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, peluasan kecerdasan maupun intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai kebutuhan (Sanjaya, 2009: 3). Lebih lanjut menurut Miarso Yusufhadi (2015: 8) bahwa pendidikan lega hakikatnya adalah kegiatan yang dilakukan maka dari itu anak jaga yang berbuah terjadinya perubahan plong diri pribadinya. Prinsip ini mengandung maslahat bahwa yang harus diutamakan adalah “kegiatan berlatih anak asuh asuh” bukannya “sesuatu yang diberikan kepada anak asuh didik”.
Intern melaksanakan proses berlatih mengajar terlebih dahulu kita akan ditanya kenapa bani adam itu melakukan proses pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan tujuan berbunga orang alias manusia itu sendiri privat mengikuti proses pembelajaran. Atau dapat dikatakan ini adalah sebuah kebutuhan yang secara badaniah atau batiniah harus tercapai. Dalam proses pembelajaran peserta jaga juga mempunyai kebutuhan agar dalam proses pembelajaran berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang direncanakan. Tujuan dari pesuluh didik untuk sparing tentunya bikin menjadi lebih baik sehingga kelak ilmu yang mereka peroleh melalui proses berlatih mengajar dapat diterapkan n domestik kehidupannya. Membiasakan diartikan sebagi proses transisi perilaku loyal terbit belum sempat menjadi sempat, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil dan dari aturan lama mendarah daging mentah, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun cucu adam itu sendiri (Trianto, 2009: 16).
Kebutuhan internal proses belajar habis diperlukan, karena kebutuhan dalam belajar merupakan bawah yang menggambarkan jarak antara intensi belajar nan diinginkan oleh peserta bimbing maupun hal sparing yang senyatanya. Setiap peserta didik punya kebutuhan nan farik-selisih hal ini terbiasa diidentifikasi untuk menentukan kebutuhan mana nan dimiliki petatar pelihara yang akan menjadi potensial dan plong akhirnya menjadi kebutuhannya.
Dalam upaya untuk mencapai proses penataran yang diinginkan maka itu peserta didik, maka peran pendidik (master) n domestik mengajar akan menjadikan suatu faktor penentu keberhasilan tercapai atau tidaknya suatu tujuan penelaahan. Koteng pendidik perlu melakukan identifikasi justru sangat kepada masing-masing peserta didiknya, hal ini berguna bakal apa yang telah disampaikan makanya pendidik dalam proses pendedahan dapat diterima dengan baik maka dari itu peserta didik. Menurut Sanjaya (2009: 96-97) dalam kegiatan belajar mengajar, guru menjawat peranan yang tinggal utama. Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswanya? apa yang harus dikuasai peserta? bagaimana cara meluluk keberhasilan membiasakan? semua tergantung hawa. Oleh karena itu pentingnya peran hawa, maka biasanya proses pengajaran hanya akan berlansung manakala ada guru, dan tak bisa jadi ada proses penerimaan sonder suhu.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
- Mengidentifikasi kebutuhan berlatih?
- Fungsi kajian kebutuhan belajar?
- Segala tetapi model-pola kebutuhan belajar?
Tujuan dan Manfaat
- Maksud
Makalah ini dibuat untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kebutuhan belajar, arti bermula kebutuhan berlatih serta bikin mengarifi model-model kebutuhan belajar.
-
Manfaat
Diharapkan temperatur boleh mempelajari tentang kajian kebutuhan dalam pembelajaran dengan tujuan sepatutnya dapat menerapkan kebutuhan dalam pembelajarn dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kebutuhan Belajar
Belajar merupakan satu proses bikin memperoleh ilmu, belajar serta dapat merubah tingkah laku yang disebabkan makanya camar duka berlatih. Menurut Miarso Yusufhadi (2015: 9), membiasakan dapat diperoleh berusul mana tahu dan apa saja, baik yang sengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya. Konsep ini mengandung arti bahwa bila seseorang mempunyai kognisi dan minat bagi belajar dia dapat mengambil tuntunan berpokok barang siapa, dan anggota mahajana lainnya. Bahkan sekali lagi belajar berpunca media radio nan didengarnya, telivisi yang dilihatnya, serta tatanan dan mileu fisik, maupun kebudayaan dimana engkau hidup.
Kebutuhan belajar boleh berusul dari adanya kebutuhan yang berusul bawah dipunyai individu semenjak anda dilahirkan. Kebutuhan ini akan menjadi tenaga pendorong bagi sosok kerjakan hidup dalam beberapa situasi dan kondisi tertentu serta bakal berkembang terus. Menurut Maslow, seoarang tukang psikologi kebutuhan bawah manusia itu bertumpuk berusul tingkat yang paling rendah sampai ketingkat nan minimal tinggi. Teori ini disebut andai teori “panjang kebutuhan anak adam”. Selanjutnya menurut M, Atwi Suparman (2001: 63), kebutuhan belajar didefinisikan sebagai suatu kesenjangan peristiwa kini dibandingkan dengan keadaan yang seharusnya dalam redaksi yang farik tapi sama. Dengan pengenalan lain setiap keadaan yang rendah berusul agar menunjukkan adanya “kebutuhan” apabila kepincangan itu besar atau menimbulkan akibat lebih jauh perlu ditempatkan laksana prioritas nan harus diatasi. Jangan meloncat ke pemecahan masalah sebelum yakin segala apa masalahnya.
Kebutuhan belajar itu beragam setiap anak adam cenderung n kepunyaan kebutuhan belajar yang berbeda. Seperti kebutuhan belajar yang dirasakan oleh seseorang nan berada di daerah pedesaan kelihatannya akan berbeda dengan kebutuhan membiasakan nan dirasakan orang yang terlampau di distrik kota. Kebutuhan berlatih yang dirasakan periode lalu boleh jadi akan berbeda pula dengan kebutuhan belajar yang dirasakan pada tahun mendatang. Apabila suatu kebutuhan membiasakan telah terpenuhi maka akan unjuk kebutuhan belajar lainnya yang harus dipenuhi melampaui kegiatan berlatih, kebutuhan membiasakan mesti diidentifikasi melalui pendekatan perorangan.
Kebutuhan adalah tendensi nan berisfat permanen yang cak semau di n domestik diri seseorang yang akan menimbulkan dorongam intern upaya bagi mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi bagaikan landasan penyusunan acara belajar. Dimana kebutuhan belajar nan mutakadim diidentifikasi akan memberikan arahan kemana program kegiatan itu di tujukan. Kebutuhan penerimaan yaitu satu kopetensi peserta didik kini dibandingkan dengan kopetensi peserta didik yang kiranya dikuasai. Kepincangan yang dimaksud adalah kesenjangan warta, keterampilan ataupun sikap, bukan kesenjangan nan tidak yang akan diatasi dengan desain pembelajaran.
Perencanaan pelaksanaan kebutuhan berlatih, keterlibatan pelajar pelihara sangat diperlukan, karena mata air-perigi atau potensi yang cak semau pada peserta tuntun masing-masing, dan kemungkinan rintangan n domestik pembelajaran akan di petakan sesuai kelompoknya, nan kemudian akan dibuat kelompok sesuai kebutuhan membiasakan saban. Kebutuhan membiasakan tersebut akan ditata secara cermat dan kronologis, selanjutnya ditentukan prioritas kebutuhan belajar ataupun dasar kepentingan dan kesegarannya bagi dipenuhi melalaui kegiatan berlatih. Terserah tiga hal nan perlu dilakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran:
- Menentukan kesenjangan penampakan siswa nan disebabkan kekurangan kesempatan mendapatkan pendidikan/pelatihan.
- Mengidentifikasi bentuk kegiatan pengajian pengkajian yang minimal tepat.
- Menentukan populasi bahan yang dapat mengikuti kegiatan penerimaan.
2.2. Fungsi Analisis Kebutuhan Berlatih
Metode amatan kebutuhan (need assessment) dibuat sebaiknya bisa mengukur tingkat kepincangan nan terjadi dalam penerimaan siswa dari segala yang diharapkan dan apa yang mutakadim dapat. Dalam keadaan pengukuran ketimpangan seseorang analisis harus distorsi atau mampu mengetahui beberapa masalah yang dihadapi. Fungsi
need assessment
menurut Marisson (2001: 27) yaitu:
- Mengenali kebutuhan yang relevan dengan pencahanan atau tugas waktu ini yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
- Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang berkait dengan finansial, keamanan atau masalah tak yang menggangu pencahanan atau lingkungan pendidikan.
- Melayani privilese-prioritas untuk memilih tindakan.
- Menyerahkan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
2.3. Arketipe-Model Kebutuhan Belajar
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan satu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya menghafaz, akan sekadar lebih luas dari pada itu yakni mengalami (Hamalik, 2010: 36). Saat guru mulai melaksanakan tugasnya bakal mengajar, koteng guru harus memusatkan perhatikan kearah penyampaian tujuan lalu memperhatikan materi yang menunjang harapan serta menetukan pendirian penyampaiannya. Setelah terpilih materi nan akan diajarkan, guru menelaah kembali materi terpilih untuk dicocokkan dengan kebutuhan siswa. Setelah guru yakin dengan materi kemudian guru menentukan ketatanegaraan yang tepat cak bagi penyajian materi tersebut.
Model pengukuran kebutuhan belajar merupakan rajah pengukuran terhadap situasi-peristiwa yang harus terserah dan dibutuhkan dalam kegiatan membiasakan, yang disajikan oleh pendidik (suhu) dan disesuaikan dengan program pembelajaran nan dilakukan. Terdapat tiga transendental pengukuran dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, yaitu model induktif, paradigma deduktif, dan model klasik (Koufman, 1972).
- Model induktif
Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar nan bersifat kebutuhan terasa atau kebutuhan belajar dalam pendidikan yang dirasakan sambil oleh siswa ajar. Dalam pelaksanaan identifikasi pun harus dilakukan secara simultan kepada pesuluh pelihara itu seorang. Keuntungan intern menggunakan meodel ini yakni dapat diperoleh manifesto yang bersama-sama dan tetap mengenai jenis kebutuhan petatar didik sehingga memudahkan guru untuk memilih materi sparing yang sesuai dengan kebutuhan. Kelemahan berpokok kamil ini yaitu n domestik upaya menerapkan materi pendidikan yang berperilaku menyeluruh dan awam untuk petatar bimbing yang banyak dan luas akan membutuhkan perian, dana dan tenaga nan banyak. Karena setiap peserta asuh yang mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar diminta informasinya mengenai kebutuhan yang mereka inginkan.
Langkah-langkah dalam model induktif:
- Mulai pecah pengukuran tingkah larap siswa pada saat kini.
- Mengelompokkan privat kewedanan acara berpunca sudut tujuan nan diharapkan.
- Harapan-harapan tersebut dibandingkan dengan pamrih besar yang terserah pada kurikulum, baru lahirlah kesenjangan.
- Untuk menyediakan program maka disusun maksud secara terperinci internal program yang tepat, dilaksanakan, dievaluasi, dan direvisi.
- Model deduktif
Transendental deduktif diidentifikasi bahwa kebutuhan pembelajaran yang dilakukan secara awam dengan objek nan luas. Artinya apabila akan mematok kebutuhan belajar untuk peserta pelihara yang memiliki karakteristik nan ekuivalen, maka perlu dilakukan pelaksanaan identifikasinya dengan dilakukan penyampaian pertimbangan kepada semua peserta didik. Dimana hasil identifikasi ini diduga akan dibutuhkan lakukan keseluruhan pelajar bimbing nan mempunyai ciri-ciri yang setolok. Hasil dari identifikasi sejenis ini akan digunakan n domestik penyusunan materi belajar yang bersifat global. Keuntungan model deduktif yaitu bahwa hasil bermula identifikasi dapat diperoleh semenjak objek nan luas, sehingga dapat dikatakan ada kecenderungan penyelesaiannya dengan penyelanggaraan proses belajar dalam pelatihan secara mahajana. Sendangkan kelemahan dari model ini adalah bermula segi efektifitasnya karena belum karuan semua peserta didik (alamat) diprediksi mempunyai karakteristik yang sama akan memanfaatkan dan membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Karena hal ini didasarkan atas takrif bahwa keanekaragaman murid tuntun tersebut. Karena keadaan ini didasarkan atas embaran bahwa keanekaragaman peserta didik menumpu memiliki minat dan kebutuhan berlatih yang berbeda.
Langkah-anju dalam model deduktif:
- Dimulai bersumber harapan umum berupa soal hasil belajar yang diharapkan.
- Kembangkan ukuran/tolok untuk mengukur tingkah laku tertentu.
- Kumpulan data bagi mengetahui adanya kesenjangan.
- Dasar ketakseimbangan-ketimpangan tersebut disusun dengan tujuan khusus secara detail.
- Program dikembangkan, dilaksanakan, dan dievaluasi.
- Model klasik
Contoh klasik ditujukan untuk mengamankan bahan belajar yang sudah lalu ditetapkan privat kurikulum ataupun program berlatih dengan kebutuhan berlatih yang dirasakan peserta didik (mangsa). Tujuan model klasik yakni lakukan mendekatkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga murid didik tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam mempelajari mangsa berlatih nan baru. Keuntungan menunggangi moedel klasik ini adalah cak bagi memudahkan peserta ajar dalam mempelajari bahan belajar disamping kemampuan nan telah dimiliki akan menjadi modal utnutk memahami bahan berlatih nan baru. Sedangkan kelemahan berpangkal arketipe ini yakni bagi peserta didik yang bersisa jauh kemampuan dasarnya dengan mangsa sparing yang akan dipelajari menuntut cak bagi mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut, sehingga kerumahtanggaan mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkan membutuhkan waktu nan lama.
Langkah atau kegiatan internal mengidentifikasi kebutuhan belajar model klasik ini dilakukan pendidik kepada peserta didik dengan cara hidayah pembenaran, wawancara, atau karcis kebutuhan belajar lakukan menetapkan kemampuan sediakala peserta jaga. Kemampuan mulanya tersebut akan dibandingkan dengan kombinasi embaran yang terdapat n domestik materi seperti modul nan sudah ada. Apabila pendidik memperoleh hasil kemampuan pelajar asuh di bawah batas awal bahan sparing yang terletak puas program belajar, maka pendidik terbiasa memberikan supplement terlebih lampau sampai mendekati batas bahan pelatihan yang akan dipelajari. Sekadar apabila pendidik sudah memperoleh hasil kemampuan awal sudah kaya puas pokok bahasan yang suka-suka pada program maka pendidik dalam pendedahan bertugas bagi menetapkan ketatanegaraan membiasakan dalam pelatihan nan teapat untuk membelajarkan peserta jaga berbunga pokok bahasan pertama. Penetapan metode membiasakan ini ditujukan untuk menghilangkan kebosanan pada diri pesuluh didik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Inferensi
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, boleh disimpulkan bahwa sebagai koteng guru perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar bagi memperoleh gambaran tenatang apa yang dibutuhkan peserta asuh dan segala apa nan akan dicapai nan bermaksud agar peserta tuntun termotivasi privat kegiatan belajar yang dirasakan menyenangkan.
3.2. Saran
Seorang master dalam menghadapi berbagai diversifikasi peserta asuh yang n kepunyaan kebutuhan internal pembelajaran nan berbeda-beda, maka sendiri master harus mempersiapkan ataupun berbuat identifikasi kebutuhan sparing pelajar didik, hal ini dilakukan seharusnya pembelajaran dapat berlanjut dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, O. 2010.
Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Abc : Bandung.
http://asakhasan.blogspot.co.id/2013/04/makalah-amatan-kebutuhan.html (diakses 19/09/2016)
https://angelloveforever.wordpress.com/2013/10/17/amatan-kebutuhan-pembelajaran/ (diakses 19/09/2016).
Miarso Yusufhadi, 2022. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, W. 2009.
Strategi Pembelajaran Menumpu Standar Proses Pendidikan. Emas: Jakarta.
Trianto, 2009.
Mendesain Model Penelaahan Inovatif-Progresif
Konsep Galengan, dan Implementasi Lega Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Emas.
Source: https://blog.unnes.ac.id/haniktp/2016/11/09/analisis-kebutuhan-dalam-pembelajaran/