Metode-Penelitian-Kuantitatif


Pengertian Metode Penelitian Kuantitatif

Metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengutipan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument pendalaman, kajian data bersifat kuantitatif/statistic dengan maksud untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.


Baca Juga Artikel Nan Bisa jadi Bersambung : Metode Pendalaman


Filosofis Eksplorasi Kuantitatif

Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian nan mewakili paham positivisme, tentatif itu penajaman kualitatif  merupakan pendekatan penelitian yang mengaplus paham naturalistik (fenomenologis).  Untuk kian memahami guri filosofis peka positivisme tersebut, berikut ini akan diuraikan secara ringkas peredaran faham tersebut.


Positivisme

Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/ pecah dari  pemikiran Auguste Comte seorang folosof  nan lahir di Montpellier Perancis pada tahun 1798, ia seorang yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari murid dan n partner-temannya antara tak  semenjak folosof inggeris John Stuart Mill (lagi seorang akhli ekonomi), ia meninggal puas musim 1857. meskipun demikian pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh nan dituangkan n domestik catatan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik positif).


Salah satu buah pikirannya yang adv amat utama dan berkarisma merupakan tentang tiga janjang/hierarki cara berpikir insan dalam berhadapan dengan internasional merupakan : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Berupa

  1. Tataran Teologi (Etat Theologique).
    Plong tingkatan ini basyar belum bisa memahami keadaan-keadaan nan berkaitan dengan sebab akibat. Segala apa kejadian dialam segenap merupakan akibat pecah suatu perbuatan Allah dan insan sahaja berperilaku serah, dan yang boleh dilakukan adalah memohon plong Yang mahakuasa agar dijauhkan dari bermacam ragam bencana. Tahapan ini terdiri berasal tiga strata pun nan berevolusi yakni bersumber tahap animisme, tahap politeisme, setakat dengan tahap monoteisme.

  2. Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique).
    Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu diversifikasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan faedah-kekuatan khayali misalnya dengan istilah keefektifan alam. Dalam panjang ini makhluk mulai menemukan keberanian dan merasa bahwa kekuatan nan menimbulkan bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bisikan.


  3. Tingkatan Faktual (Etat Positive).
    Puas tahapan ini manusia telah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada janjang purwa manusia pelalah kejangkitan rasa khawatir berhadapan dengan alam segenap, pada tahap kedua individu menyedang mempengaruhi kemustajaban yang mengatur pataka sepenuh, maka plong tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan pelepas itu makhluk bernas menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek nan diketahui) duaja serta memanfaatkannya untuk kepentingan cucu adam, tangga ini merupakan pangkat dimana manusia internal hidupnya lebih mengandalkan lega ilmu pengetahuan.


Dengan mencaci tahapan-pangkat seperti dikemukakan di atas nampak bahwa istilah positivisme mengacu puas tahapan ketiga (tahapan substansial/pengetahuan substansial) berasal pemikiran
Comte.
Tahapan positif merupakan tataran terala, ini berarti  dua tinggi sebelumnya merupakan tahapan yang kurang dan primitif, maka dari itu karena itu filsafat Positivisme yaitu filsafat yang inkompatibel metafisik, sahaja fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu nan bukan fakta ataupun gejala (fenomin) bukan mempunyai guna, maka itu karena itu yang berharga dan punya arti hanya satu yaitu memahami (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).


Hamba allah harus menyelidiki dan mengkaji beraneka macam gejala yang terjadi beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa nan akan terjadi, Comte memanggil hubungan-afiliasi tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang berkarakter positif internal manfaat berguna bakal diketahui karena benar-benar nyata bukan berkepribadian spekulasi seperti dalam metafisika.


Filosofi penyelidikan kuantitatif dikembangkan makanya filsafat positivisme boleh dijelaskan terbit unsur-unsur dalam makulat secara umum, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi yang pengembangan setiap unsur disesuaikan dengan karakteristik hobatan saban. Ontologi merupakan unsur intern ekspansi makulat perumpamaan mantra yang membicarakan tentang objek ataupun materi amatan suatu aji-aji. Dalam peristiwa ini, secara ontologis, penelitian kuantitatif tetapi akan meneliti semua target penelitian nan berada privat kawasan dunia empiris. Epistimologi yakni atom dalam pengembangan ilmu metafisika yang meributkan bagaimana metode nan ditempuh internal memperoleh validitas pengetahuan. Epistimologi yang dikembangkan dalam penelitian adalah bagaimana cara bikin menemukan kebenaran nan koheren atau patuh. Aksiologi membicarakan tentang sistem nilai satu hobatan secara filosofis. Dalam hal ini, eksplorasi kuantitatif menjunjung tinggi nilai keilmuan yang objektif nan berlaku secara umum dan mengesampingkan kejadian-kejadian yang bersifat spesifik. Diagram di dasar ini mengilustrasikan pengembangan filsafat positivisme dalam metode penelitian kuantitatif.

Filosofis Penelitian Kuantitatif


Baca Pun Artikel Nan Kelihatannya Gandeng : √ Riset Sosial: Signifikasi, Definisi, Metode, Tujuan, Ciri Dan Unsurnya



Karakteristik Penelitian Kuantitatif


  • Konsep Pangkal Penelitian Kuantitatif

Pemahaman konsep dasar investigasi kuantitatif bukan bisa dipahami dari satu aspek tertentu, melainkan harus ditinjau bersumber beberapa aspek. Bambang Prasetya dan Lina Miftakhuljannah (2005), mengidentifikasikan konsep radiks pengkhususan kuantitatif digunakan beberapa konsep, yaitu pendekatan, metode, data, dan amatan (h.24-27). Keempat konsep di atas mengandung harapan secara loyal dan ubah melengkapi dalam mengarifi konsep radiks penelitian kuantitatif. Maka itu karena itu, konsep dasar penelitian dapat difahami dari beberapa aspek.


  1. Pendekatan
    Pendekatan (approach) dimaksudkan suatu ketatanegaraan menuntaskan permasalahan yang menyertakan berbagai komponen yang rumit. N domestik saintifik termasuk pengkajian gegares digunakan istilah arketipe (paradigme).
    Paradigma yang digunakan dalam pengkajian kuantitatif yaitu pola berpikir positivistis, ialah kerangka berpikir secara rasional-premis-empiris. Pencarian bukti empiris melalui pengamatan dijadikan andalan penceraian masalah, karena yakni hasil penelitian ialah kunci kebenaran pengetahuan.


  2. Metode Kuantitatif
    Metode disini menunjuk plong prosedur nan lebih berwatak teknis cak bagi penelitian kuantitatif. Bagaimana cara menjabarkan karakteristik variable dan menemukan keterkaitan antar variable penelitian.


  3. Data Kuantitatif
    Hasil pengamatan fakta empiri dinyatakan dalam format kuantitatif positif suratan, dengan digunakan prinsip dasar matematik menaik, mengurangi, mengkalikan, memberi dsb. Kemudian dilanjutkan dengan teknik statistic bagi memperoleh satuan-satuan statistic yang diperlukan.


  4. Analisis Kuantitatif
    Analisa Kuantitatif merupakan penggarapan data dengan digunakan metoda statistika.Statistik dapat dibedakan antara statistik deskriptf dan statistik inferensial.


  • Asumsi Pendalaman Kuantitatif

  1.  Hipotesis Ontologis
    Ontologis menunjuk lega obyek ilmu baik materiil maupun formil.
  2.  Asumsi Epistimologis
    Epistimologis dimaksudkan metode nan digunakan suatu ilmu dalam upaya memperoleh takrif yang bermoral umpama substansi ilmu yang berkepentingan.
  3. Presumsi Aksiologis
    Aksiologis dimaksudkan nilai (value)atau kemanfaatan ilmu internal kehidupan cucu adam.
  4. Asumsi Hakekat Manusia
    Asumsi hakekat manusia pada prinsipnya basyar diatur oleh pola universal, sehingga karakteristik dan subyektivitas bani adam tidak diperhatikan.

Baca Juga Kata sandang Yang Mungkin Bersambung : Metode Penelitian Hukum – Pengertian, Varietas, Normatif, Empiris, Pendekatan, Data, Analisa, Para Ahli


Jenis Metode Penelitian Kuantitatif

  • Experimental Research (Penelitian Eksperimen)
  • Penelitan Korelasi (Correlation Research)
  • Penelitian Komparasi (Causal-Comparative Design)
  • Penelitian Survey (Survey Research Design)

Baca Pun Artikel Yang Mana tahu Berhubungan : Denotasi Penggalian – Ciri, Sikap, Syarat, Tujuan, Macam, Varietas, Para Pandai


Penerapan Eksplorasi Kuantitatif

1. Kapan Metode Kuantitatif Digunakan

Metode kuantitaf yang dimaksud privat kertas kerja ini adalah metode survey dan eksperimen. Metode kuantitatif digunakan apabila:

  • Bila masalah yang merupakan titik pangkal pengkajian sudah lalu jelas. Masalah adalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktek, antara rancangan dengan pelaksanaan.
  • Bila peneliti ingin mendapatkan siaran nan luas dari suatu populasi.
  • Bila mau diketahui pengaruh perlakuan/treatment tertentu terhadap yang lain.
  • Bila peneliti berniat menguji hipotesis penelitiannya.
  • Bila peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan fenomena nan empiris dan boleh diukur.
  • Bila kepingin menguji terhadap adanya keragu-raguan tentang validitas laporan, teori dan produk tertentu.

2. Kompetensi Peneliti Kuantitatif

  1. Memiliki wawasan yang luas dan betul-betul tentang bidang pendidikan yang akan diteliti.
  2. Mampu melakukan analisis problem secara akurat sehingga dapat ditemukan masalah penelitian pendidikan yang betul-betul ki aib.
  3. Fertil menggunakan teori pendidikan nan tepat sehingga dapat digunakan buat memperjelas masalah nan diteliti, dan merumuskan hipotesis penelitian.
  4. Memahami berbagai jenis metode penelitian kuantitatif, seperti mana metode survey, ekperimen, action research, expost facto, evaluasi dan R&D.
  5. Memahami teknik-teknik sampling, seperti probabiliti sampling dan nonprobabiliti sampling, dan bakir menghitung dan memilih jumlah percontoh nan representatif dengan sampling error tertentu.
  6. Gemuk mengekspresikan instrumen baik pembuktian maupun non tes buat mengukur berbagai macam elastis yang diteliti, rani menguji validitas dan reliabilitas perabot.
  7. Kaya mengumpulkan data dengan kuesioner, maupun dengan wawancara observasi, dan dokumentasi.
    h. Bila pengumpulan data dilakukan oleh cak regu, maka harus mewah mengorganisasikan tim peneliti dengan baik.
  8. Congah menyajikan data, menganalisis data secara kuantitatif untuk menjawab rumusan komplikasi dan menguji hipotesis pengkajian nan telah dirumuskan.
  9. Mampu menerimakan parafrase terhadap data hasil penelitian maupun hasil pengujian dugaan.
    k. Mampu takhlik laporan secara sistematis, dan menyampaikan hasil penggalian ke pihak-pihak yang tersapu.
  10. Bakir mewujudkan abstraksi hasil penyelidikan, dan membuat artikel cak bagi dimuat ke dalam harian ilmiah.
    m. Mampu mengkomunikasikan hasil eksplorasi kepada masyarakat luas.

3. Proses Penekanan Kuantitatif

Penyelidikan kuantitatif bertolak darii studi pendahuluan dari korban nan diteliti (preliminary study) buat mendapatkan yang betul-betul masalah. Masalah tak dapat diperoleh dari belakang meja, oleh karena itu harus digali melintasi investigasi pendahuluan melangkahi fakta-fakta empiris. Meski penyelidik bisa membolongi kelainan dengan baik, maka peneliti harus menguasai teori melalui mmbaca heterogen referensi. Selanjutnya supaya penyakit dapat dijawab maka dengan baik masalah tersebut dirumuskan secara distingtif, dan puas biasanya dibuat privat bentuk kalimat pertanyaan.


Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis) maka, peneliti dapat membaca referensiteoritis nan relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan pula dapat digunakan laksana mangsa bagi memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (postulat). Jadi kalau jawaban terhadap rumusan masalah nan baru didasarkan sreg teori dan didukung maka dari itu riset yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (konkret) maka jawaban itu disebut hipotesis.


Bikin menguji hipotesis tersebut penekanan dapat memintal metode/ strategi/ pendekatan/ desain penelitian yang sesuai. Pertimbangan komplet untuk memintal metode itu adalah tingkat akurasi data nan diharapkan dan teguh yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis, yaitu tersedianya dana, periode, dan kemudahan yang lainnya. Dalam penyelidikan kuantitatif metode yang bisa digunakan adalah metode survei, expost facto, eksperimen, evaluasi, action research, policy research (selain metode naturalistik dan memori).


Organ yang digunakan sebagai alat pengumpul data boleh berbentuk pemeriksaan ulang, angket/ kuesioner, untuk pedoman waawancara atau observasi. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus justru lewat diuji kesahihan dan realibilitasnya.


Reklamasi data dilakukan pada mangsa tertentu, baik yang berbentuk populasi maupun sampel. Bila peneliti cak hendak mewujudkan generalisasi terhadap penemuannya maka spesimen nan diambil harus representatif (mengambil alih).
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dianalisis kerjakan menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Bersendikan analisis ini apakah dugaan yang diajukan ditolak maupun diterima atau apakah reka cipta itu sesuai dengan hipotesis nan diajukan atau bukan.


Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan komplikasi.
Berlandaskan proses penelitian kuantitatif di atas maka tertumbuk pandangan bahwa proses studi kuantitatif bersifat linier, di mana anju-langkahnya jelas, mulai bermula rumusan masalah, berteori, berhipotesis, mengumpulkan data, analisis data, dan menciptakan menjadikan penali dan saran.

Proses Penelitian Kuantitatif


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Perbedaan Kualitatif Kuantitatif – Signifikansi, pendekatan, jenis, Studi, Desain


Perbandingan Pengkhususan Kuantitatif dan Kualitatif

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga telah mentradisi umpama metode studi. Metode kuantitatif umpama metode ilmiah karena punya kaidah – kaidah ilmiah ialah empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode kuantitatif pun disebut metode discovery karena dengan menggunakan metode ini ditemukan dan dikembangkan metode plonco. Padahal disebut kuantitatif karena data eksplorasi berupa angka – angka dan kajian menggunakan perangkaan.


Penggunaan metode kuantitatif tidak dapat dilepaskan dari pemikiran positivisme. Keimanan dasar berpangkal paradigma positivisme berakar pada paham ontologi naturalisme yang menyatakan bahwa realitas berada
(exist) dalam publikasi dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Penelitian berupaya mengungkap kesahihan relitas nan suka-suka, dan bagaimana realitas tersebut selayaknya melanglang.


Fry (1981, dalam Ahmad Sonhadji, et al, 1996) mengeluarkan perbandingan antara paradigma penenelitian kualitatif dan kuantitatif , sebagai halnya dapat dilihat dalam Tabel berikut.

Tabel Skala paradigma kualitatif dan kualitatif

             Contoh Kualitatif

       Eksemplar Kuantitatif

Mengajurkan pemanfaatan metode kualitatif Menampilkan penggunaan metode kuantitatif
Fenomelogisme dan
verstehen
dikaitkan dengan kognisi perilaku manusia berpangkal
frame of reference
aktor itu sendiri
Logika positivisme:”Mengawasi fakta atau kasual fenomena sosial dengan sedikit mengintai bagi pernyataan subyektif manusia-turunan”
Observasi tidak terkontrol dan naturalistik Pengukuran terkontrol dan menonjol
Subyektif Obyektif
Dekat dengan data:adalah perspektif “insider” Jauh semenjak data: data merupakan perspektif “outsider”
Grounded,
orientasi diskoveri, penekanan, ekspansionis, deskriptif, dan induktif
Tidak
grounded, penyesuaian verifikasi, konfirmatori, reduksionis, inferensial dan deduktif-hipotetik
Adaptasi proses Orientasi hasil
Bonafide: data “real, “rich, dan “deep” Reliabel:data dapat direplikasi dan “hard
Tidak dapat digeneralisasi:riset kasus spesial Dapat digeneralisasi:studi multi kasus
Holistik Partikularistik
Premis realitas dinamik Asumsi realitis stabil

Model Proposal Penyelidikan Kuantitatif

Pengaruh Penerapan Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan

Terhadap Kinerja Belajar Pesuluh Papan bawah 4,5,6 SDN Aengtongtong

Kecematan Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M


A. Satah Belakang Kelainan

Allah menciptakan manusia dengan dibekali plural manah (feeling). Riuk satunya yakni perasaan “Ingin Tahu (idle courocity)” dan ingatan “Tidak Puas” terhadap sesuatu yang kamu miliki. Dengan rasa keingintahuannya ia berusaha lakukan mendapatkan berjenis-jenis permakluman yang banyak, dan dengan rasa ketidakpuasannya sira ingin memiliki sesuatu yang lebih. Anak adam merupakan makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang cemerlang, sejahtera, dan bahagia dalam kepentingan yang luas, baik badaniah maupun bathiniah, duniawi dan ukhrawi.


Sekadar cita-cita tersebut tidak kali tercapai dan terwujud sekiranya manusia itu sendiri lain berusaha seoptimal kali intern meningkatkan kemampuannya melangkaui proses kependidikan, karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap bersendikan perencanaan nan matang lakukan hingga ke harapan atau cita-cita tersebut.


Pendidikan adalah yang utama dan terutama didalam kehidupan era masa sekarang ini. Sepanjang kita memandang maka selama itu pulalah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bahkan mutlak bagi anak adam internal rangka merubah keadaan hidupnya menjadi kian baik dan terarah. Sonder pendidikan sama sekali mustahil mereka dapat hidup berkembang sehaluan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandang arwah mereka.


Intern kaitannya dengan pendidikan, Lodge (dalam Zuhairini, 2004:10) mengemukakan pengertian pendidikan privat arti yang luas, yaitu
“life is education,
and education is life“, akan berarti bahwa seluruh proses usia dan kehidupan hamba allah itu yaitu proses pendidikan. Jadi pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan selama hidupnya yang bisa memasrahkan dominasi baik dalam mengatur masa depan yang cemerlang, sejahtera dan bahagia.


Seterusnya dalam keistimewaan nan sempit Lodge mengklarifikasi pengertian pendidikan sebagai berikut :

“ in the narrower sense, education is restricted to that functions, its background, and its outlook to the member of the rising generations. In practice identical with schooling, i.e. normal instruction under controlled conditions “.


Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya punya fungsi yang cacat, ialah memberikan bawah-dasar dan pandangan nasib ke generasi yang madya tumbuh, yang privat prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.


Dengan konotasi pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa pendidikan legal di sekolah hanyalah bagian katai tetapi mulai sejak puas pendidikan informal secara umum, tapi pendidikan formal merupakan pendidikan inti nan sangat urgen dan bukan bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan sah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal privat mileu keluarga.

  • Purwa,
    pendidikan halal di sekolah memiliki radius isi pendidikan yang bertambah luas, tak tetapi berkenaan dengan pembinaan segi-segi adab hanya sekali lagi mantra pengetahuan dan kelincahan.

  • Kedua,
    pendidikan di sekolah dapat menyerahkan pengetahuan nan makin tinggi, lebih luas dan sungguh-sungguh. Album pendidikan sekolah diawali karena ketidakmampuan batih memberikan pemberitahuan dan kelincahan yang lebih tinggi dan khusyuk.


  • Ketiga,
    karena punya rencana atau kurikulum secara formal dan termuat, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, berstruktur, dan makin mendasar. (Sukmadinata, 2009:2). Jadi pendidikan lazim bertambah berperilaku sistematis dan konsisten berdasarkan beraneka macam pandangan teoritikal dan praktikal sejauh perian sesuai dengan kebutuhan petatar didik. Sehingga  secara umum pendidikan dapat mengacungkan pelajar ajar terhadap peningkatan aneksasi pengetahuan, kemampuan, ketangkasan, ekspansi sikap dan nilai-nilai dalam rajah pembentukan dan pengembangan diri peserta tuntun tersebut, dan tujuan pendidikan yang membentangi kepentingan, kemaslahatan dan kesejahteraan pesuluh didik dan masyarakat sampai-sampai aplikasi lapangan kerjapun akan mudah tercapai.


Pendidikan kembali suatu proses pembelajaran. Sebab pada kenyataannya proses pendidikan yang dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan banyak dilakukan bahkan tidak magfirah dari apa yang namanya proses belajar mengajar. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan membiasakan dan mengajar yakni kegiatan nan paling kiat. Situasi ini berjasa bahwa berakibat tidaknya pencapaian pamrih pendidikan banyak mengelepai kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dirancang dan dijalankan secara professional (Fathurrahman, 2007:8). Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar mengajar tidak boleh disepelekan dan diabaikan kerumahtanggaan mayapada pendidikan.


Salah satu operasi cak bagi membantu tercapainya pamrih pendidikan perlu dibuat sebuah kurikulum pendidikan yang nilai relevansinya jenjang, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional. Kurikulum (curriculum) yaitu satu rencana nan memberi pedoman maupun pencahanan kerumahtanggaan proses kegiatan sparing mengajar (Sukmadinata, 2009:5). Kurikulum memiliki kedudukan pusat dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum juga yakni komponen pendidikan yang mengarahkan barang apa tulangtulangan aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap eceran pendidikan. Karena kurikulum ini sifatnya urgen maka dibutuhkan manah khusus dalam pelaksanaan dan pengembangannya sesuai dengan runcitruncit pendidikan, potensi sekolah, sosial budaya masyarakat dan karakteristik pelajar. Upaya peluasan kurikulum yang senantiasa dilakukan maka itu pemerintah mulai sejak tahun ke tahun beranak sebuah kurikulum mentah yang merupakan peluasan kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).


KTSP adalah satu ide tentang peluasan kurikulum nan diletakkan pada posisi yang minimal erat dengan pembelajaran merupakan sekolah dan ketengan pendidikan (Mulyasa, 2007:21). Komplet baru ini memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan awam dalam rangka menggenjot proses berlatih mengajar di sekolah.


Privat kurikulum tingkat eceran pendidikan (KTSP) ini seorang guru dituntut untuk mampu mengubah sumber pembelajaran (Learning Resource) menjadi bahan jaga (Teaching Material), sehingga materi yang diajarkan kepada pesuluh asuh  tidak monoton puas kiat nan menjadi pegangan di sekolah tersebut serta keadaan ini akan mengurangi kejenuhan murid saat belajar. Dengan demikian proses penataran akan berlangsung dengan baik, guru bisa memberikan cak bimbingan dengan alamat jaga dan metode yang variatif sehingga petatar didik merasa nyaman dan materi yang diajarkan menggelandang untuk dipahami yang pada akhirnya pelajar bimbing dapat terhindar dari kejenuhan. Jikalau kejadian ini terjadi disetiap proses belajar mengajar diberbagai buram pendidikan maka tujuan pembelajaran bisa tercapai sekali lagi, yakni pemahaman optimal, penyerobotan, aplikasi yang akurat sehingga tatanan kognitif, afektif dan psikomotorik akan stabil sebagaimana yang diharapkan tenaga edukatif pada galibnya.


Ketiga sirep penilaian tersebut adalah faktor determinan lakukan menentukan sukses tidaknya prestasi belajar siswa kerumahtanggaan sebuah pembelajaran nan mengacu pada sistem pembelajaran KTSP. Kurikulum Tingkat Asongan Pendidikan (KTSP) yakni strategi pengembangan kurikulum bakal membuat sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. (Mulyasa, 2007:20).


Prestasi ialah hasil yang memuaskan dari segala usaha nan dicapai manusia secara maksimal. Padahal sparing adalah serangkaian kegiatan semangat tubuh lakukan memperoleh suatu perlintasan tingkah laris seumpama hasil semenjak pengalaman individu kerumahtanggaan interaksi dengan lingkungannya nan mencantol kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).


Sementara nan dimaksud dengan penampilan belajar yakni penguasaan butir-butir atau kecekatan nan dikembangkan oleh mata pelajaran, rata-rata ditunjukkan dengan nilai pembuktian atau poin nilai yang diberikan oleh temperatur (Tu’u, 2004:75). Sedangkan menurut W.J.S Purwadarminto (1976:767) menyatakan bahwa performa belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak puas waktu tertentu terhadap kejadian-keadaan yang dikerjakan atau dilakukan. Berlandaskan pendapat tersebut, dalam investigasi ini prestasi belajar siswa dapat diketahui berpunca skor raport peserta pelihara yang meliputi ketiga aspek diatas sebagai hasil dari sebuah pembelajaran di sekolah.


Makara eskalasi penampakan sparing pelajar yang meliputi ketiga senyap tersebut (serebral, afektif, psikomotorik), merupakan aklimatisasi yang diprioritaskan intern pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan diberbagai sekolah. Sehingga panitera merasa tertarik bakal berbuat penelitian lebih mendalam dengan menyanggang titel “Yuridiksi Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terhadap Prestasi Berlatih Siswa Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong Kecamatan Saronggi Tahun 2009 “.


B. Rumusan Ki kesulitan

Merujuk pada paparan diatas, maka diambil beberapa rumusan masalah khasiat pembahasan sebagai batasan penelitian, antara bukan :


  1. Apakah penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan berpengaruh terhadap penampilan membiasakan siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong?
  2. Sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar petatar kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong?

C. Maksud Penelitian

Maksud penelitian yakni rumusan tentang hal yang akan dicapai oleh kegiatan penelitian (Dhofir, 2000:21).
Berlandaskan permasalahan diatas maka intensi yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini yakni :


  1. Mau mencerna terserah tidaknya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap penampilan membiasakan siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong.
  2. Cak hendak mengetahui sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi membiasakan siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong.

D. Kegunaan Riset

Kegunaan investigasi adalah follow up penggunaan informasi yang termuat dalam inferensi (Dhofir, 2000:21)
Dari setiap penelitian yang dilakukan dipastikan dapat memberi maslahat baik bagi objek, alias peneliti khususnya dan juga cak bagi seluruh komponen yang terlibat didalamnya. Kemustajaban alias nilai guna yang bisa diambil bersumber penulisan skripsi ini adalah :


  1. Segi Teoritis
    a. Cak bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam disiplin pendidikan bahwa penerapan dan ekspansi kurikulum tinggal dibutuhkan internal proses sparing mengajar yang efektif di lembaga pendidikan sesuai dengan kompetensi yang mau dicapai.
    b. Untuk mempersendat teori bahwa penerapan dan peluasan kurikulum yang baik dapat menembakkan kreatifitas pesuluh n domestik berprestasi.


  2. Segi Praktis
    a. Dengan adanya penerapan dan peluasan kurikulum yang baik dapat membuat buram pendidikan yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta bisa meningkatkan kreatifitas pelajar dalam berprestasi khususnya di SDN Aengtongtong.
    b. Seumpama bahan munaqosyah dan bahan dokumen cak bagi penelitian makin lanjut.


E. Alasan Pemilihan Kop

Alasan penulis menggotong kepala karangan ini yaitu karena memiliki dua alasan, adalah :

  1. Secara Subjektif
    a. Lokasi pengkhususan nan dapat dijangkau dengan mudah
    b. Lega tahun ini kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) telah diberlakukan disetiap satuan pendidikan termuat di SDN Aeng kentung-kentung
    c. Judul penelitian sesuai dengan loyalitas ilmu nan diambil oleh peneliti yaitu Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Selam (PAI)

  2. Secara Nonblok
    a. Sepanjang pengamatan pencatat, tajuk ini belum pernah ada yang meneliti
    b. Kejayaan privat belajar yakni idaman setiap turunan, karena itulah wajib kejelasan cara meraih sukses melintasi pendalaman
    c. Penyelidikan ini akan bermanfaat sekali untuk pengembangan penerapan kurikulum tingkat runcitruncit pendidikan terhadap kreatifitas pesuluh berprestasi privat belajar di SDN Aengtongtong


F. Asumsi ataupun Postulat

Asumsi atau anggapan dasar disebut sekali lagi hipotesis. Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad M. Sc., Anggapan pangkal ialah sebuah titik n sogokan pemikiran yang kebenarannya diterima maka itu penyelidik (Dhofir, 2000:23). Namun hal ini masih membutuhkan penelitian selanjutnya. Sebelum penyelidikan ini dilakukan ada beberapa anggapan dasar yang unjuk baik bermula diri peneliti pribadi atau dari makhluk lain ataupun bersumber praktisi pendidikan.


  1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ialah salah satu wujud reformasi pendidikan yang menerimakan otonomi kepada sekolah dan asongan pendidikan bagi mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, petisi dan kebutuhan masing-masing (Mulyasa, 2007:21).


  2. Kurikulum Tingkat Eceran Pendidikan (KTSP) yaitu strategi pengembangan kurikulum cak bagi membuat sekolah yang efektif, berada, dan berprestasi (Mulyasa, 2007:20).


  3. Prestasi belajar merupakan kejadian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan berlatih, karena kegiatan belajar merupakan proses, sementara itu pengejawantahan merupakan hasil bersumber proses sparing (http://sunartombs.wordpress.com /2009/05/15/PAKEM Science fu).


  4. Menurut penulis, penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang berlandaskan plong karakteristik dan potensi siswa di sekolah, memungkinkan dapat menembakkan dan memacu terhadap prestasi belajar murid secara optimal.


G. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan misal suatu gambaran yang berkepribadian sementara terhadap permasalahan investigasi, sampai mujarab menerobos data nan terpumpun (Arikunto, 1998:67).
Karena keburukan yang diteliti ini ialah aksi untuk mencari terserah tidaknya pengaruh, maka ada dua hipotesis nan muncul, yakni :


  1. Hipotesis Kerja (Ha)
    Adanya kontrol penerapan kurikulum tingkat asongan pendidikan terhadap prestasi berlatih siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong
  2. Hipotesis Nihil (Hi)
    Enggak terserah pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap penampakan belajar siswa kelas bawah 4,5,6 SDNAengtongtong

H. Ruang Lingkup Penelitian

Cak bagi pergi kesalahpahaman internal mengerti isi skripsi ini, maka penyalin teradat mewatasi ruang spektrum penelitian bagaikan berikut :


1. Ruang Skop Materi
Adapun yang menjadi sosi persoalan dalam penyelidikan ini adalah penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terhadap prestasi berlatih petatar kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong kecamatan saronggi kabupaten sumenep.


Maka lakukan mempermudah penulis internal mengomongkan pengkhususan ini, perlu kiranya penyalin takhlik batasan urat kayu lingkup materi. Akan halnya persoalan nan menjadi kajian gerendel intern penelitian ini ialah terdiri dari dua variable, adalah :

Laur X : Penerapan Kurikulum Tingkat Asongan Pendidikan (KTSP)

No

Sub Elastis

Indikator

01 Penerapan KTSP 1.      Prinsip Pelaksanaan

2.      Prinsip Ekspansi KTSP

3.      Ekspansi Program

02 Pelaksanaan Penelaahan 1.      Pre Test

2.      Pembentukan Kompetensi

3.      Post Test

Variable Y : Prestasi Belajar

No

Sub Variabel

Indikator

01 Hasil raport –          Dicari poin dalam raport

2. Ira Lingkup Subjek
Subjek penelitian yaitu sesuatu yang menjadi kajian sosi studi. Maka dari ini yang menjadi subjek adalah siswa papan bawah 4,5,6 SDN Aengtongtong kecamatan saronggi kabupaten sumenep.


3. Ruang Skop Lokasi
Lokasi adalah tempat sesuatu berada. Maka internal hal ini yaitu arena subjek fertil. Bintang sartan lokasi penekanan ini adalah di desa Aengtongtong kecamatan saronggi kabupaten sumenep.


4. Ulas Radius Musim
Waktu adalah hari kapan terjadinya sesuatu. N domestik hal ini hari penelitian ialah pada musim 2009 M.


I. Batasan Istilah dalam Judul

Judul penelitian ini ialah “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terhadap Penampakan Belajar Peserta Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M “. Sedangkan kerjakan memperjelas pamrih pecah judul tersebut dan intern upaya cak bagi menghindari kesalahpahaman serta misinterpretasi penafsiran tentang judul tersebut, maka penulis ketengahkan keefektifan pengenalan alias istilah nan terwalak dalam judul nan beralaskan puas pengertian dalam kamus dan standar signifikasi umum yang berperan dengan batasan-batasan.
Kata dan istilah nan wajib pencatat ketengahkan misal berikut :


  1. Pengaruh : Gerendel yang ada maupun yang timbul bersumber sesuatu (orang, benda dsb) yang berwajib maupun yang berkemampuan (ghaib dsb). (Purwadarminto, 1976:731).
  2. KTSP : Adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing rincih pendidikan (BNSP, 2006:10).
  3. Manifestasi : Yakni hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya) (Purwadarminto, 1976:768).
  4. Berlatih : Adalah serangkaian kegiatan jiwa raga bikin memperoleh suatu persilihan tingkah laku sebagai hasil dari camar duka orang dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut serebral, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).

J. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Teoritis tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Ketengan Pendidikan
a. Pengertian Kurikulum dan Kurikulum Tingkat Rincih Pendidikan
Pengertian Kurikulum
Sebelum penulis memaparkan signifikansi kurikulum tingkat satuan pendidikan alangkah lebih baiknya apabila penulis memunculkan pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para juru pendidikan. Pada zaman yunani kuno, kurikulum dianggap andai kumpulan ain-netra latihan yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Sampai-sampai privat ligkungan alias hubungan tertentu pandangan lama ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak orang wreda bahkan pula guru-guru jikalau ditanya akan halnya kurikulum akan memberikan jawaban sekeliling bidang pengkhususan atau mata-alat penglihatan pelajaran. Lebih khusus boleh jadi kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.


Pendapat-penadapat nan muncul lebih lanjut berpangkal sebagian pandai nan mengartikan kurikulum internal pengertian yang lebih luas, yakni “Apa propaganda yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi didalam alias diluar sekolah”, atau sejumlah pengalaman yang potensial bisa diberikan maka itu sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut kelompok alias awam wadah dia jiwa”, yang kemudian lebih dipersingkat sebagai “Suatu cara mempersiapkan anak asuh-anak kerjakan berpartisipasi umpama anggota nan produktif intern masyarakat”, atau “apa kegiatan dibawah tanggung jawab sekolah nan mempengaruhi momongan dalam pendidikannya” (Alipandie, 1984:117).


Pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan tidak hanya rendah sreg dinding-dinding kelas doang, melainkan lebih diperluas kembali pada luar sekolah. Bahkan cak semau pula yang berpendapat bahwa segala sesuatu nan memiliki dampak substansial terhadap tingkah larap peserta didik baik nan datang dari sekolah, batih maupun awam dapat dipandang bagian dari kurikulum.


Hal ini selaras dengan penafsiran Ronald C. Doll (Dalam Sukmadinata, 2009:4) yang menyatakan :
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school…


Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penelitian pecah isi kepada proses atau kian memberikan impitan pada asam garam, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup berasal konsep yang sangat sempit kepada yang bertambah luas. Kejadian ini menunjukkan bahwa yang dimaksud pengalaman siswa dalam belajar yang diajarkan ataupun menjadi tanggug jawab sekolah mengandung makna yang pas luas, yaitu mencengam berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya camar duka tersebut dan memfasilitasinya.


N domestik kaitannya konsep kurikulum yang ditegaskan maka itu Ronald Doll, Mauritz Johnson masih n domestik buku yang setolok mengajukan keberatan terhadap apa nan dikemukakan oleh Doll. Kemudian Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan indoktrinasi. Semua nan berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, sebagaimana perencanaan isi, kegiatan berlatih-mengajar, evaluasi, termasuk indoktrinasi. Sementara itu kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil berlatih yang diharapkan oleh siswa.


Berbeda dengan Hilda Taba, sira berpendapat bahwa ada perbedaan antara kurikulum dan indoktrinasi, menurutnya bukan terwalak pada implementasinya tetapi puas keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas alias lebih mahajana, padahal nan lebih sempit dan lebih khusus menjadi tugas indoktrinasi (Sukmadinata, 2009:6).


Bagaimanapun rumusan-rumusan konotasi kurikulum diatas, jelaslah bahwa kurikulum harus dipandang misal suatu program nan direncanakan dan dilaksanakan lakukan mencapai harapan pendidikan dan indoktrinasi.
Sedangkan menurut BSNP (Badan Kriteria Nasional Pendidikan), definisi kurikulum yaitu seperangkat kerangka dan yuridiksi mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta kaidah yang digunakan bagaikan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BNSP,2006:7).
Denotasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Dalam Ordinansi Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Kewarganegaraan Pendidikan pasal 1 ayat 15, kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional nan disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing rincih pendidikan (Muslich, 2008:4).


KTSP merupakan akronim berusul kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/area, karakteristik sekolah/provinsi, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.


KTSP pun yakni pola dan pedoman buat pelaksanaan pendidikan bakal mengembangkan berbagai ranah pendidikan (serebral, psikomotorik, dan afektif) dalam seluruh hierarki dan jalur pendidikan, khususnya plong sagur pendidikan sekolah. Disamping itu pengembangan kurikulum ini diupayakan dapat menerimakan wawasan baru terhadap sistem yang melanglang selama ini, dan lagi boleh membawa dampak terhadap eskalasi kesangkilan dan efektivitas prestasi sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pendedahan diberbagai sekolahan.
Penerapan kurikulum 2006 (KTSP) ini menuntut aktivasi dan kolaborasi para peserta ajar yang lebih banyak dalam proses pembelajaran. Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan berbeda dengan kurikulum sebelumnya, KTSP dirancang sedemikian rupa, sehingga enggak ada lagi jam efektif nan serupa itu mencolok banyaknya. Kurikulum sebelumnya, sebagian mata tutorial memiliki waktu yang banyak, sebagian mata latihan yang lain mempunyai waktu sedikit dengan alasan urgen dan padatnya materi.


Pengkajian kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bukan mengejar korban materi tetapi memaksimalkan proses dalam pembelajaran dan mengembangkan kompetensi pesuluh didik, apalah arti bila materi tercapai dengan proses nan bukan maksimal akan tetapi dengan proses pembelajaran yang maksimal akan membuahkan hasil (out put) yang berkualitas.


Kurikulum tingkat ketengan pendidikan (KTSP) ini sengaja disusun oleh masing-masing runcitruncit pendidikan supaya terasa kian familiar dengan master, karena mereka banyak dilibatkan dan akan merasa memiliki kewajiban jawab yang layak.  Dalam KTSP ekspansi kurikulum ini dilakukan oleh hawa, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Dan dalam pengembangannya harus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi mantan (SKL), tanpa lepas dari Supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan tersebut.


b. Keterkaitan antara Kurikulum Tingkat Asongan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan semoga sistem pendidikan kebangsaan selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa, 2007:9).


Kurikulum tingkat runcitruncit pendidikan adalah penyempurnaan berusul kurikulum sebelumnya, merupakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diterapkan sejak tahun 2004, sehingga belum lama KBK diterapkan sudah diganti dengan KTSP nan dianggap ibarat kurikulum baru tahun 2006 ini. Karena itu muncul istilah plesetan dikalangan organisator dan pelaku pendidikan di sekolah, sebagai halnya KBK singkatan semenjak kurikulum berbasis kebingungan dan lainnya. Dan tercalit dengan kurikulum KTSP ini Fisik Tolok Kebangsaan (BSNP) telah merumuskan panduan penyusunannya tersebut. Sementara itu KBK merupakan sesetel rang dan kekuasaan tentang kompetensi dan hasil berlatih, serta memberdayakan sendang daya pendidikan. Kurikulum ini disebut KBK karena memperalat pendekatan kompetensi, dan kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik pada setiap tingkatan inferior dan pada akhir rincih pendidikan dirumuskan secara eksplisit. Disamping itu, dirumuskan pun materi patokan bagi mendukung pencapaian kompetensi dan parameter perumpamaan tolak ukur terhadap pencapaian hasil pembelajaran.


Berdasarkan pemaparan diatas, perbedaan esensial antara KTSP dan KBK tidak ada. Kedua-duanya merupakan seperangkat rancangan pendidikan yang condong pada kompetensi dan hasil sparing peserta didik. Saja perbedaan nampak lega teknis pelaksanaannya saja. KBK disusun oleh pemerintah ki akal yang internal hal ini adalah Depdiknas, sedangkan KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, yakni sekolah nan berkepentingan walaupun masih didasarkan pada rambu-pancang kebangsaan panduan penyusunan KTSP yang disusun oleh Jasad Objektif, yaitu Awak Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan pamrih, jika pada periode-waktu sebelumnya sendirisendiri satuan sekolah terjerat terlalu didikte dari atas, maka dengan otonomi nan luas ini penerapan dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan lega berbagai sekolahan berpunya memberikan nuansa-nuansa baru sesuai dengan karakteristik sekolah itu sendiri, sehingga dapat bersalin cap-keunggulan kompetitif dan komparatif.


c. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
N domestik Mulyasa (2007:247) dijelaskan bahwa n domestik pelaksanaannya, kurikulum tingkat satuan pendidikan sekurang-kurangnya mengecap tujuh prinsip, diantaranya :

  • 1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan sreg potensi, perkembangan dan kondisi peserta ajar untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk merumuskan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.

  • 2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar sparing, ialah :
    a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Halikuljabbar Nan Maha Esa,
    b. Belajar untuk memaklumi dan menghayati,
    c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan melakukan secara efektif,
    d. Belajar lakukan hidup bersama dan berfaedah bagi khalayak lain,
    e. Belajar kerjakan membangun dan menemukan jati diri, melalui proses penerimaan nan efektif, aktif, kreatif, dan mengademkan.


  • 3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta ajar berkat pelayanan nan bersifat perbaikan, pengayaan, dan alias percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta jaga dengan kukuh memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi petatar didik yang bertakaran ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.


  • 4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan siswa didik dan pendidik yang ganti memufakati dan menghargai, sanding, terbuka, dan hangat, dengan cara tut wuri handayani, ing madia mangun kehendak, ing ngarsa sung tulada (di bokong memberikan daya dan maslahat, di tengah membangun atma dan prakarsa, di depan menerimakan transendental dan contoh).


  • 5. Kurikulum dilaksanakan dengan menunggangi pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber membiasakan.


  • 6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi standard, sosial dan budaya serta khasanah daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan pikulan seluruh objek amatan secara optimal.


  • 7. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata tutorial, bahara domestik dan pengembangan diri diselenggarakan kerumahtanggaan keadilan, keterkaitan, dan kontinuitas yang cocok dan cukup antarkelas dan macam serta tinggi pendidikan.


d. Prinsip Peluasan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pengembangan kurikulum merupakan satu proses nan kegandrungan, dan menyertakan berbagai komponen, nan menuntut kecekatan teknis dari pihak pengembang terhadap ekspansi beraneka macam komponen kurikulum. Disamping itu dalam peluasan KTSP ini harus mengamati tujuh prinsip pengembangan, diantaranya (Privat Muhaimin, 2008:21) :


  • a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan pelajar didik dan lingkungannya.
  • b. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan mengupas keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, tingkatan dan keberagaman pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, kaki, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
  • c. Tanggap terhadap perkembangan mantra pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.
  • d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Ekspansi kurikulum dilakukan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan (stakeholders) buat menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan semangat, termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan, marcapada usaha dan mayapada kerja.
  • e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencengap keseluruhan format kompetensi, satah amatan keilmuan dan mata pelajaran nan direncanakan dan disajikan secara terus-menerus antar semua jenjang pendidikan.
  • f. Sparing sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses peluasan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlantas sepanjang spirit yang berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
  • g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kekuatan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan kebangsaan dan kepentingan daerah bagi membangun spirit bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  • e. Pengembangan Programa

Upaya ekspansi kurikulum tingkat asongan pendidikan dapat dilakukan dengan bermacam-macam macam pengembangan program. Privat (Mulyasa, 2007:249) dijelaskan bahwa pengembangan KTSP mencangam pengembangan program tahunan, acara semester, acara modul (daya bahasan), program mingguan dan jurnal, pengayaan dan remedial, serta acara arahan dan konseling.


  • a. Program Tahunan
    Program tahunan yaitu program umum setiap mata cak bimbingan di setiap kelas nan dikembangkan oleh guru mata pelajaran tersebut. Programa ini perlu disusun dan dipersiapkan serta dikembangkan sebelum perian ajaran, karena programa ini merupakan pedoman bagi pengembangan programa berikutnya.


  • b. Program Semesteran
    Acara semesteran berisikan garis-garis akan halnya peristiwa-hal yang akan dilaksanakan dan dicapai dalam setiap semester. Program ini adalah penjabaran bermula program tahunan.


  • c. Program Mingguan dan Harian
    Program ini merupakan penjabaran semenjak acara semesteran. Melalui program ini kita dapat mengetahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan nan mesti diulang, serta bisa mengidentifikasi kemajuan pelajar didik intern belajar dan kesulitannya. Sehingga nantinya kita dapat menemukan solusi pemecahannya dan kesulitan nan dihadapi murid didik bisa teratasi.


  • d. Program Pengayaan dan Remedia
    Program ini dilaksanakan perumpamaan alat angkut tambahan dan tindak lanjut pecah amatan yang dilakukan guru alat penglihatan les untuk peserta ajar kerumahtanggaan proses pembelajaran sekolah dan guru perlu memasrahkan perlakuan khusus bagi peserta pelihara yang mengalami kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial. Dengan ini peserta didik akan patuh membujur kesempatan bakal memahami pelajaran dengan lebih baik. Padahal pengayaan diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan cemerlang dalam mengait pelajaran serta bikin mempertahankan kecepatan belajarnya.


  • e. Programa Pimpinan dan Konseling
    Program ini ialah suatu program nan disediakan sekolah bikin membantu mengoptimalkan perkembangan murid (Sukmadinata, 2004:233). Program ini merupakan teknik pimpinan yang menjadi sasarannya bukan hanya terjadinya perubahan tingkah laku, doang peristiwa nan kian mendasar dari itu, merupakan peralihan sikap. Disamping itu arahan dan konseling ini berusaha membantu peserta ajar dalam memahami dirinya, mengenal dan menunjukkan arah perkembangan dirinya, menyetarafkan diri dengan tuntutan lingkungan serta mengamankan problema-problema nan dihadapinya.


  • f. Pelaksanaan Pembelajaran
    Dalam proses pendidikan, penerimaan merupakan kegiatan yang sangat kiat. Sehingga bisa dikatakan bahwa sukses tidaknya maksud pendidikan banyak mengelepai kepada proses penataran yang dirancang dan dijalankan secara profesional. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta asuh dengan lingkungannya, sehingga terjadi pergantian perilaku kearah yang lebih baik (Mulyasa, 2007:255). Kesuksesan suatu proses silam didukung oleh faktor-faktor penunjang yang congah disekitar (lingkungan) proses, demikian juga sebaliknya lingkungan sekitar proses nan tidak baik dapat mengganggu proses itu bekerja maksimal (Yamin, 2007:60). Proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik (hawa), dan mileu sangat menentukan terhadap lancarnya pelaksanaan di sekolah. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Guru adalah onderdil utama nan adv amat berpengaruh dalam mengkondisikan mileu pembelajaran nan nenunjang terjadinya peralihan perilaku kerjakan petatar didik. Dan pelaksanaan penerimaan berbasis KTSP mencakup tiga hal, yakni pre konfirmasi (tes mulanya), pembentukan kompetensi, dan post test.


a. Pre Tes (tes sediakala)
Pre konfirmasi merupakan kegiatan pendahuluan kerumahtanggaan pelaksanaan proses pembelajaran. Pre konfirmasi ini memiliki banyak kegunaan selain bakal mencerna qada dan qadar kemampuan dan kesadaran petatar didik pada materi yang lalu. Dalam Mulyasa (2007:255), dikemukakan sejumlah kegunaan terbit pre verifikasi tersebut, diantaranya:


  • 1. Untuk menyiapkan peserta jaga dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka perhatian mereka akan terfokus plong tanya-tanya yang harus mereka kerjakan.
  • 2. Cak bagi mengerti tingkat kemajuan peserta jaga sehubungan dengan proses penerimaan yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre pembenaran dengan post test.
  • 3. Untuk mencerna kemampuan awal yang telah dimiliki pesuluh ajar mengenai kompetensi dasar nan akan dijadikan topik n domestik proses penerimaan.
  • 4. Bikin mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi bawah mana nan telah dikuasai petatar didik, serta kompetensi dasar mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
    Bakal mencecah hasil yang ketiga dan yang keempat terbit hasil pre tes, maka harus buru-buru dilaksanakan pemeriksaan secara cepat dan cermat sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.

b. Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti semenjak pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana kompetensi dibentuk pada peserta ajar, dan bagaimana harapan-harapan belajar direalisasikan (Mulyasa, 2007:256).
Dalam pembentukan kompetensi ini harus dilakukan dengan sirep dan mendinginkan. Dan situasi ini menuntut keaktifan dan kekreatifan guru internal menciptakan suasana nan kondusif. Kualitas pembentukan kompetensi dapat dilihat bermula segi proses dan dari segi hasil. Dapat dikatakan berhasil dari segi proses apabila seluruh atau sebagian besar peserta didik boleh terlibat secara aktif baik fisik, mental dan sosial dalam proses pembentukan kompetensi pangkal. Sedangkan dari segi hasil dapat dikatakan berhasil apabila terjadi persilihan perilaku lega diri murid asuh secara keseluruhan atau sebagian besar.  Proses penerimaan yang dilakukan mudah-mudahan disampaikan dengan menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang kondusif, agar peserta didik dapat mengembangkan kompetensi dasar dan potensinya secara optimal. Sehingga akan dengan mudah siswa bimbing menyesuaikan diri dengan masyarakat sesudah lulus dari tahapan pendidikan tertentu.


c. Post Test
Setelah pembentukan kompetensi terwujud, maka langkah yang harus dilakukan oleh guru adalah melaksanakan post test bagi mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta pelihara internal menyerap mantra selama berlangsungnya suatu pengajian pengkajian. Dalam melaksanakan post test seorang pendidik/guru dapat memberikan soal-tanya secara langsung kepada peserta bimbing atau dengan cara mempresentasikan kembali apa-apa yang telah dijelaskan maupun diterangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Dibawah ini terletak beberapa faedah post test yang dikemukakan oleh Mulyasa (2007:257) sebagai berikut :


  • 1. Bikin mengetahui tingkat penguasaan pelajar ajar terhadap kompetensi nan telah ditentukan, baik secara individu alias kerumunan. Situasi ini boleh diketahui dengan membandingkan antara hasil pre validasi dan post pembuktian.
  • 2. Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta jaga, serta kompetensi dan tujuan-tujuan nan belum dikuasainya. Sehubungan dengan ini, apabila sebagian besar siswa didik belum menguasainya maka dilakukan penataran juga (remedial teaching).
  • 3. Bakal mengetahui peserta tuntun yang perlu mengimak kegiatan remedial, dan nan perlu mengimak kegiatan pengayaan, serta untuk memafhumi tingkat kesulitan belajar nan dihadapi.
  • 4. Sebagai bahan model bagi melakukan pembaruan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang mutakadim dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan ataupun evaluasi.

2. Tinjauan Teoritis tentang Pengejawantahan Belajar
Sebagai landasan untuk memahami tentang pengertian prestasi belajar, disini perlu penulis paparkan tambahan pula silam segala apa nan dimaksud dengan prestasi, dan apa yang dimaksud dengan sparing, serta bineka definisi akan halnya prestasi belajar nan dikemukakan oleh para pakar pendidikan (cendekiawan).


  • a. Signifikasi Performa
    Kebutuhan untuk berprestasi merupakan yakni harapan dan cita-cita setiap peserta didik dalam sebuah pengajian pengkajian.
    W.J.S Winkel Purwadarminto (1976:768) mengartikan, “Prestasi adalah hasil yang dicapai”. Padahal sebagian ahli mendefinisikan prestasi merupakan hasil yang telah dicapai seseorang dalam mengerjakan kegiatan.
    Dari pendefinisian prestasi diatas, boleh perekam simpulkan bahwa pengejawantahan yakni segala kampanye yang dicapai seseorang secara maksimal dan memuaskan umpama hasil intern melakukan suatu kegiatan.


  • b. Pengertian Belajar
    Terkait dengan pengertian membiasakan, banyak para tukang yang mendefinisikannya. Riuk satunya adalah Cronbach internal (Djamarah, 2008:13) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan maka dari itu perubahan tingkah laku sebagai hasil pecah pengalaman. Sedangkan Howard L. Kingskey mengatakan bahwa belajar yaitu proses dimana tingkah larap (internal arti luas) ditimbulkan maupun diubah melalui praktek atau latihan. Dua pendapat tersebut serujuk dengan barang apa nan dikatakan oleh Ahmadi (2005:17), bahwa belajar ialah proses persilihan perilaku berkat asam garam dan pelatihan. Sedangkan M. Sobry Sutikno (N domestik Fathurrohman, 2007:5) mengartikan belajar adalah suatu proses propaganda yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu pergantian nan mentah sebagai hasil camar duka sendiri intern interaksi dengan lingkungannya.
    Berpokok beberapa penafsiran tentang belajar yang dikemukakan maka itu oleh para pakar pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar yaitu proses usaha seseorang bakal memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang dihasilkan berpangkal pengalaman dan praktek (pelatihan) didalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya perubahan tersebut menyangsang ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.


  • c. Pengertian Prestasi belajar
    Sebelum panitera paparkan definisi prestasi belajar, terlebih dahulu akan dipaparkan definisi penampilan akademik. Prestasi akademik merupakan hasil belajar nan diperoleh dari kegiatan penataran di sekolah alias di universitas nan berwatak kognitif dan galibnya ditentukan melewati pengukuran dan penilaian (Tu’u, 2004:75). Sementara masih dalam buku yang sama, manifestasi belajar yaitu penguasaan kenyataan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, kebanyakan ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai nan diberikan makanya guru. Padahal menurut W.J.S Purwadarminto (1976:767) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil nan dicapai seutuhnya menurut kemampuan anak sreg masa tertentu terhadap hal-hal yang diselesaikan atau dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut, performa dalam penajaman ini merupakan hasil yang telah dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran.


  • d. Macam-Macam Kinerja
    Penampakan belajar nan diperoleh murid didik ialah hasil membiasakan yang dicapai pada waktu-waktu tertentu intern sebuah pembelajaran yang membentangi beberapa aspek yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa didik seorang.
    Benyamin Bloom dalam (Sudjana, 2009:22) mengklasifikasi hasil berlatih menjadi tiga tenang, adalah lengang serebral, afektif, dan psikomotoris.
    Mati kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, kognisi, aplikasi, kajian, sintesis, dan evaluasi.
    Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban maupun reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
    Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar kelincahan dan kemampuan bertindak, yang terdiri berbunga heksa- aspek, yakni gerakan sewaktu, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan ataupun ketetapan, gerakan kesigapan mania, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.


  • e. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar
    Dalam upaya meningkatkan penampakan belajar, terbiasa diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor nan mempengaruhi manifestasi belajar adalah segala rencana aktivitas nan dilakukan maka dari itu seseorang baik faktual dorongan ataupun obstruksi. Privat Ahmadi (2005:105) disebutkan beberapa faktor nan dapat mempengaruhi pengejawantahan belajar peserta didik, diantaranya :


1. Faktor Intern
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari kerumahtanggaan diri individu itu sendiri, situasi ini meliputi :

  • a. Kepintaran (intelegensi)
    Intelek ialah kemampuan belajar disertai kecakapan lakukan menyepadankan diri dengan hal nan
  • dihadapinya.
    b. Talenta
    Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan bakat.
  • c. Minat
    Minat adalah mode nan mantap dalam subjek untuk merasa terbawa puas latar tertentu.
  • d. Motivasi
    Motivasi merupakan kondisi psikologis nan memurukkan seseorang bakal melakukan sesuatu (Sutikno, 2007:19).

2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya bersumber luar diri petatar didik (siswa), nan membentangi :


  • a. Peristiwa Anak bini
    Keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab n domestik lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan kursus. Anak bini bukan sekadar menjadi medan anak asuh dipelihara dan dibesarkan namun juga tempat anak asuh semangat dan dididik purwa kali (Sukmadinata, 2004:6)


  • b. Keadaan Sekolah
    Sekolah sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah keluarga. Disamping itu sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat bermanfaat privat menentukan kemenangan sparing siswa. Karena tidak sebagaimana dalam lingkungan keluarga, di sekolah ada kurikulum seumpama tulangtulangan pendidikan dan pengajaran, terserah guru-guru yang makin profesional, terserah sarana-prasarana dan fasilitas pendidikan khusus sebagai pendukung proses pendidikan, serta suka-suka manajemen pendidikan nan individual pula yang semua itu dapat menyegerakan dan memicu petatar untuk berlatih nan lebih giat lagi.


  • c. Lingkungan Mahajana
    Lingkungan umum yakni lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakat pun merupakan keseleo suatu faktor yang lain sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar pelajar dalam proses pelaksanaan pendidikan. Sebab dalam kehidupan sehari-hari anak lebih dominan bergaul dengan lingkungan liwa sekeliling dimana anak asuh berada, sehingga hal ini lampau berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak.


K. Metode Penelitian

1. Rancangan Pengkhususan
Dalam kegiatan pendalaman, kerangka atau rancangan penelitian merupakan unsur buku yang harus ada sebelum proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang baik pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas, dan maksimal.  Terkait dengan penggalian ini, maka penulis memperalat jenis penelitian korelasional kuantitatif, ialah sebuah penelitian yang menunggangi angka, berangkat berasal pengurukan data, penafsiran terhadap data, serta performa dari hasilnya yang berujud cak bagi menemukan cak semau tidaknya hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2006:270).


2. Teknik Penentuan Subjek Penajaman
Penelitian ini adalah penyelidikan populasi, dimana seluruh populasi merupakan sample.
Populasi adalah keseluruhan subjek investigasi nan mencakup semua unsur dan partikel-molekul (Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel masih intern sendi yang sama, adalah sebagian subjek penelitian yang punya kemampuan mewakili seluruh data (populasi). Dalam hal ini nan menjadi subjek penekanan yaitu siswa kelas bawah 4,5,6 SDN Aengtongotong Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M.

No Kelas Populasi Sampel
01 I 8
02 II 16
03 II 11
04 IV 14 14
05 V 13 13
06 VI 16 16

3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipakai cak bagi mengumpulkan data dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode-metode nan akan digunakan kerumahtanggaan penekanan ini, antara enggak :

  • a. Metode Survei
    Angket adalah suatu teknik atau perabot penampung data yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan tercatat yang harus dijawab secara tersurat pula (Sukmadinata, 2004:271). Metode ini digunakan untuk mencari dan menyaring data yang bersumber dari responden.

  • b. Metode Wawancara
    Wawancara alias interview merupakan satu teknik akumulasi data yang dilakukan secara bertatap, tanya diberikan secara lisan dan jawabannyapun masin lidah secara verbal pula (Sukmadinata, 2004:222). Dengan metode ini peneliti dapat langsung mengetahui reaksi yang suka-suka pada responden privat waktu yang relatif singkat.


  • c. Metode Dokumentasi
    Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai peristiwa-hal ataupun variabel nan berupa catatan, transkrip, gerendel, inskripsi kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger, agenda dan sebagainya” (Arikunto, 1998:236).
    Metode dokumenter ini digunakan untuk memperoleh data di SDN Aengtongtong, baik dari segi jumlah siswa, nilai raport, struktur sekolah, peta sekolah, yang kesemuanya itu menyundak terhadap proses pendalaman ini.


4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ialah pengelolaan data berasal data-data yang telah terkumpul. Diharapkan dari penyelenggaraan data tersebut dapat diperoleh bayangan nan akurat dan konkrit dari subjek penelitian. Penulis pula memperalat statistik kebaikan membantu analisa data sebagai hasil dari penelitian ini.
Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X merupakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sedangkan Variabel Y yaitu Prestasi Belajar Siswa Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M. Tentang rumus korelasi nan digunakan adalah Product Moment, dengan alasan karena penelitian ini terdiri dari dua variabel yang interval.


Rumus product momentnya merupakan sebagai berikut :

     ∑xy

π
xy =

√(∑x²) (∑y²)

Siaran :

  • π
    xy  =  Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y
  • ∑xy  =  Kuantitas product X dan Y
  • ∑x²    =  Jumlah gejala x boncel kuadrat
  • ∑y²    =  Total gejala y katai kuadrat

DAFTAR PUSTAKA

  • Bambang Prasetyo & Lina Miftanul Jannah (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo.
  • Sugiyono. (2008). Metode Pengkajian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta
  • Widodo, Ufuk. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Surakarta.:LPP UNS Press
  • Ahmadi, Abu; 2005. Strategi Berlatih Mengajar, Bandung: Pustaka Setia
  • Alipandie, Imansjah; 1984. Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Aksi Nasional
  • BNSP; 2006. Panduan Penyusunan KTSP
  • Dhofir, Syarqowi; 2000. Pengantar Metodologi Riset Denagn Jangkauan Islami, Prenduan: Iman Bela
  • Djamarah, Syaiful Bahri; 2008. Ilmu jiwa Belajar, Jakarta: Renika Cipta
  • Fathurrohman, Pupuh; 2007. Strategi Sparing Mengajar, Bandung: Refika Aditama
  • Http://sunartombs.wordpress.com /2009/05/15/PAKEM Science fu
  • Muhaimin et. Al; 2008. Ekspansi Eksemplar KTSP Pada Sekolah & Madrasah, Jakarta: Rajawali Press
  • Mulyasa, E; 2007. KTSP Satu Panduan Praktis, Bandung: Mulai dewasa Rosdakarya
  • Muslich, Masnur; 2008. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara
  • Purwadarminto, W.J.S Winkel; 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
  • Sudjana, Nana; 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Mulai dewasa Rosdakarya
  • Sukmadinata, Nana Syaodih; 2004. Gudi Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Taruna Rosdakarya
  • Sukmadinata, Nana Syaodih; 2009. Peluasan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Taruna Rosdakarya
  • Tu’u, Tulus; Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Siswa, Jakarta: PT. Grasindo
  • Yamin, Martinis; 2007. Desain Penelaahan Berbasis KTSP, Jakarta: GP Press
  • Zuhairini; 2004. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Mungkin Dibawah Ini nan Dia Cari