Man Tasyabbaha Qaumin Fahuwa Minhum

Perbuatan nabi nabi muhammad
tasyabbuh
hampir selalu meningkat popularitasnya, manakala ada perayaan saat yang dinilai enggak islami. Secara kontinu hadis itu dijadikan dalil sebagian pihak bagi melarang umat Muslim masuk memeriahkan bermacam-macam perayaan atau praktik tertentu. Yang terakhir ini misalnya, difungsikan menolak perayaan Valentine untuk seorang Muslim. Di luar itu, perbincangan adapun hadis
tasyabbuh
(penyerupaan) akan kembali mengemuka momen menginjak waktu natal, perian hijau, perayaan ulang tahun, justru masuk menanggapi fenomena K-Pop.

Maksud sabda
tasyabbuh
di sini yakni titah nan diceritakan maka itu sahabat Abdullah ibn ‘Umar yang bunyinya,
man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum. Artinya,
Kelihatannya nan meniru satu suku bangsa, maka kamu menjadi bagian dari mereka
(HR. Abu Dawud). Hadis ini sesungguhnya masih diperdebatkan statusnya makanya para ulama. Ada yang menilainya normal, hasan, namun tidak cacat yang menilai sabda ini langlai (dhaif).

Noktah yang menjadikan perbuatan nabi nabi muhammad itu loyo adalah karena ada perawi bernama ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban. Al-Dzahabi kerumahtanggaan
Siyar A’lam al-Nubala’
dan al-Nasa’i, mereka menjuluki Ibn Tsabit dengan
laysa bi tsiqqah. Yahya ibn Ma’in menilainya
laysa bihi ba’s. Mengenai Ahmad ibn Hanbal mengatakan bahwa riwayat hadisnya munkar. Para ulama ini, dengan kata tidak meragukan status pribadinya, yang membentuk mereka berpendapat riwayatnya lunglai.

‘Abdurrahman ibn Tsabit sebetulnya adalah koteng yang terpercaya, zuhud, dan imani. Tapi, ingatannya melemah di penghujung usianya. Tak tidak mungkin perbuatan nabi nabi muhammad
tasyabbuh
tadi ia riwayatkan saat kemujaraban ingatannya sudah lalu berkurang. Terlebih, disebutkan bahwa Padri Bukhari persaudaraan menghimpun hadis-hadis ‘Abdurrahman ibn Tsabit yang diriwayatkan manakala ingatannya masih kuat, dan hadis
tasyabbuh
tadi lain cak semau dalam daftar yang dikumpulkan al-Bukhari.

Sekalipun banyak ulama nan menilainya lemah, pembahasan selanjutnya hadis ini dirasa penting. Sekurang-kurangnya karena ada yang menyatakannya sahih, lebih lagi gaya beralasan dengan hadis tersebut kembali begitu marak di awam. Yang mana, kalau titah ini dipahami tanpa perincian, justru akan mengarahkan kita pada sikap singularis nan takhlik umat Muslim langka membangun kontak sehat antarumat beragama dan kewalahan cak bagi berkembang.

Tidak tepat jika meneladan atau menyerupai kebiasaan non-Muslim mutlak disimpulkan liar dan otomatis menjadi bagian dari mereka. Fakta bahwa teknologi, metodologi penelaahan, atau beragam organ nan sadar atau bukan selalu kita gunakan, itu diproduksi oleh kalangan non-Muslim. Lalu apakah mengadopsi hal-hal baik tersebut lantas haram karena berasal darii non-Mukminat? Tentu enggak. N domestik roda kebudayaan, bertelingkah, bertukar budaya, ataupun emulsi tradisi adalah sesuatu yang sanding tidak-tidak dihindari.

KH. Ali Mustafa Ya’qub, riuk satu cerdik pandai perkataan nabi Persil Air, membersihkan bahwa hadis tersebut tak bisa digeneralisir penggunaannya. Artinya, hadis itu lain dapat menjadi dalil keharaman menyerupai non-Muslim seperti halnya n domestik berpakaian, gaya rambut, dan yang sejenisnya.

Sebab itu, teristiadat terserah pembedaan barometer
tasyabbuh
tersebut ke n domestik beberapa kategori.
Tasyabbuh
yang dilarang adalah privat perkara akidah dan ibadah. Di asing itu, Islam memberikan kronologi kita kerjakan berkreasi dan berkomunikasi dengan perbedaan.

Rasulullah sendiri merupakan pribadi nan sangat luwes. Di hadis lain yang makin jelas kesahihannya, Rasul justru secara eksplisit diceritakan suka berkaca kebiasaan tertentu berusul non-Orang islam. “Ibn Abbas membualkan bahwa Rasulullah semula menggaru bulu ke sisi depan sampai kening (serupa kuncung), sedangkan makhluk-anak adam musyrik menyisir rambutnya ke sebelah kiri atau kanan. Sementara itu Ahlul Kitab menyerempet bulu mereka ke arah jidat. Sahaja di kemudian tahun Rasulullah menelusuri rambutnya ke arah kanan dan kiri penasihat beliau” (HR. Bukhari).

Tertera jelas bahwa Nabi lewat longo, bahkan beliau memiliki tendensi bulu yang setinggi dengan non-Muslim. Ibnu Abbas sekali lagi mengatakan, bahwa
Sesungguhnya Rasulullah SAW demen kerjakan menyamai Ahlul Kitab dalam hal yang enggak diperintahkan
(HR. Bukhari). Melihat riwayat ini, beranikah kita menyebut Rasul babak bersumber non-Muslim karena gaya rambut beliau serupa dengan mereka?

Rasul bukan sendiri rasis, yang fanatik plong kelompoknya dan begitu sahaja merasa terusik karena menjadi sama n domestik hal-hal tertentu dengan non-Muslim. Hal itu bisa kita cermati dari proses disunahkannya puasa Asyura.

Dalam riwayat Bukhari dan Orang islam dikisahkan, bahwa seperti itu mulai di Madinah, Rasul melihat orang-orang Yahudi puasa di masa Asyura. Dia pun menanyakan tradisi Ibrani tersebut. Dan dikatakan bahwa Asyura ialah tahun baik, yang mana Allah mengebumikan Bani Israil mulai sejak musuhnya di musim itu. Sebagai rasa syukur, Nabi Musa pula berpuasa pada hari tersebut. Rasulullah kemudian bersabda, “Aku lebih berkuasa terhadap Musa tinimbang kalian (Ibrani), maka kami akan menanggang perut di periode itu umpama wujud pendewaan terhadap periode itu.”

Selain perkataan nabi
tasyabbuh, hadis akan halnya perintah menyelisihi non-Muslim, seperti riwayat tentang mencukur sungut juga sayang mengemuka. Bagi melansir bahwa Muslim seolah bukan dapat sewaktu-waktu bersanggit dengan non-Muslim. Namun puas akhirnya, cerita dogmatis atas perkataan nabi-titah tersebut doang pretensius bahwa Muslim itu eksklusif, yang senang menegaskan garis demarkasi antara umat Muslim dan non-Muslim, bukan mencari titik sepakatnya.

Puas waktu Nabi hidup, identitas keislaman ialah kejadian yang sangat berarti. Semua penampilan hamba allah Arab sama, baik nan Muslim maupun tidak. Hadis-hadis seperti perintah mencukur kumis dan memperpanjang cambang muncul dalam konteks peperangan dan awal perkembangan Selam. Perintah itu ada untuk membedakan mana guri Mukminat dan mana pasukan musuh. Dengan kata lain, situasilah nan memaksudkan adanya pembedaan secara fisik. Sebaliknya, detik ini kita sudah roh dalam kondisi rukun. Mempertegas narasi pembedaan antara Muslim dan yang lain terlebih akan menimbulkan ketakselarasan dan keterbelahan.

Hadis hadir dengan konteksnya per. Pembacaan tergesa-gesa pada perbuatan nabi nabi muhammad Rasul akan menghasilkan kognisi yang tak kondusif. Jika dicermati, investigasi perkataan nabi
tasyabbuh
adalah pada substansi yang ditiru. Selama mengandung kepentingan dan kerumahtanggaan koridor tajali Islam, lain ada salahnya meniru pagar adat umat agama lain. Lebih-lebih kita wajib kaya memodifikasinya demi kemaslahatan lebih. Sebaliknya, tercalit problem, minus perlu melihat Muslim maupun tak, kita harus mutlak menjauhinya. Islam adalah agama yang terdepan menganjurkan umatnya berpikir dan cekut kebaikan pecah manapun datangnya.
Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah

Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar birit pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Suka berliterasi, membahas permasalahan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, substansi kenabian, juga pemikiran Islam.

Source: https://www.islamramah.co/2022/02/8202/cermat-memahami-hadis-tasyabbuh.html

Posted by: soaltugas.net