Pertanyaan Dan Jawaban Tentang Infaq
Pertanyaan:
Apakah boleh kita memberikan sesuatu namun berharap agar mendapatkan balasan lebih banyak? Bolehkah kita bersedekah Rp 80.000 dan berharap agar mendapatkan 8 milyar? Bukankah ini sebagai halnya gambling?
ولا تمنن تستكثر
“Dan janganlah kamu menjatah (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang kian banyak.”
(Qs. Al-Muddatstsir: 6)
Ibnu ‘Abbas
radhiallaahu ‘anhu
berkata:
“Janganlah engkau memberikan suatu belas kasih dan kepingin berburu (balasan) yang lebih baik semenjak pemberiannya itu.”
‘Ikrimah
rahimahullah
berkata:
“Jangan engkau memberi sesuatu (dengan tujuan) ingin diberi yang kian banyak.”
Apakah dalil-dalil nan terserah tentang keutamaan sedekah yang banyak sekali itu membolehkan kita bikin bersedekah tetapi berhasrat agar mendapatkan persangkalan nan banyak di dunia ini? Seperti bersedekah mudahmudahan sehat, agar selamat, agar kaya, dan tak-lain.
Saya masih nanang kok ya cak semau ya anak adam yang pengen cepat kaya tapi tanpa memperlainkan energi nan banyak?
Saya tunggu jawabannya ustadz
Ali Muhyiddin
Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada Rasulillah, tanggungan dan sahabatnya:
Saudaraku! Idealnya, setiap aktifitas dan amal anda sebagai seorang mukmin, seyogyanya ditujukan hanya kerjakan mengaras keridhaan Allah Ta’ala. Dengan prinsip inilah anda benar-benar dapat mengaplikasikan ubudiyah (penghambaan) diri kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku bukan menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(Qs. Adz Zariyaat: 56)
Kelihatannya anda berkata: “Waah, kok sulit sekali!”
Saudaraku! Tidak demikian saudaraku, coba anda perhatikan diri anda, dari ujung rambut sampai ujung kaki, kemudian perluas pandangan anda ke segala apa nan ada di selingkung beliau, dan lebih jauh perluas lagi hingga seluruh penjuru dunia yang dapat anda pandang. Sipakah yang mutakadim menyiapkan semua itu kerjakan anda?
Pernahkah terbetik dalam sumsum ia, anda salah suatu kenikmatan dari nan anda saksikan bukan ada, kira-kira segala yang akan anda alami. Andai rambut yang menghiasi komandan beliau, tidak tumbuh, apa perasaan ia? Andai Halikuljabbar lain mengaruniakan eco mata, pendengaran, dan lainnya kepada anda, sangka-sangkil bagaimana jiwa anda?
أَمَّن يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَمَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ. النمل 64
“Atau siapakah yang menciptakan (manusia berpokok permulaannya), kemudian mengulanginya (juga), dan siapa (sekali lagi) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi Apakah di samping Allah ada ilah (nan enggak)?”
(Qs. An-Naml: 65)
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ. الملك 23
“Katakanlah: ‘Ia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan lakukan anda rungu, penglihatan dan hati.’ (Tetapi) amat rendah kamu bersyukur.”
(Qs. Al-Mulk: 23)
Saudaraku! perkenankan saya bertanya:
Anda korespondensi berkarya di satu perusahaan atau istansi pemerintah? Seberapa besarkah penghargaan istansi alias perusahaan terhadap jasa yang dia berikan cak bagi mereka?
Saban hari mereka membeli 1/3 berasal waktu, tenaga, perasaan dan berbagai potensi anda. Menurut anda, apakah gaji dan imbalan yang anda terima telah setimpal dengan jasa nan anda berikan kepada mereka?
Saya yakin, anda merasa puas dan setimpal, karenanya beliau mempertahankan karier kamu. Dan bahkan mungkin anda telah membuat planing untuk menghambakan jasa dan potensi beliau kepada jabatan engkau setakat umur purnakarya. Bukankah demikian saudarku?
Nah, coba bandingkan pengorbanan pengabdian beliau kepada profesi dan jabatan anda dengan pengorbanan ia kepada Almalik
Ta’ala. Bagaimanakah hasilnya saudaraku?
Sekali lagi perkenankan saya menyoal:
Mungkinkah kamu boleh menikmati beraneka rupa akomodasi yang sira dapatkan bila Allah mencabut suatu kenikmatan-Nya dari anda? Mungkinkah beliau kuasa merasakan kebahagiaan mendapatkan gaji yang besar, fasilitas mewah bila Halikuljabbar mengonyot gurih udara, atau justru gurih buang air besar berpangkal anda?
Sementara itu Allah Ta’ala sudah menyiapkan kenikmatan tak yang tiada banding bikin ia bila sira benar-benar bertuankan kepada-Nya selama hidup di dunia. Allah Ta’ala berujar pada hadits qudsi:
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَر، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ (فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) متفق عليه
“Aku sudah siapkan cak bagi hamba-hambaku yang shaleh kenimmatan nan tiada ain nan pernah menyaksikannya, juga tiada kuping yang pernah mendengarnya, dan tiada relasi terbetik relung hati sosok. ” Bila kalian ingin, silahkan baca firman Almalik: “Tiada seorangpun mengarifi apa yang disembunyikan untuk mereka ialah (berbagai rupa nikmat) yang menyedapkan penglihatan alat penglihatan sebagai tentangan terhadap segala yang mutakadim mereka lakukan.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Sehabis anda membandingkan dua hal di atas, masih tersisakah anggapan bahwa pengabdian diri kepada Sang pencipta secara utuh adalah suatu hal nan memberatkan?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ. البقرة 208
“Hai orang-turunan yang beriman, masuklah dia ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-persiapan syaithan. Sepatutnya ada syaithan itu musuh yang nyata bagimu.”
(Qs. Al Baqarah: 208)
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan berkata:
“Yang mahakuasa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan percaya dengan para utusan-Nya, agar dengan sekuat daya dan upaya mereka melakukan seluruh simbol-simbul Islam, dan syari’atnya. Hendaknya mereka mengamalkan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan.” (Tafsir Ibnu Katsir
1/565)
Pendek kata: bukti keimanan anda kepada Allah Ta’ala yakni kamu menjadikan kehidupan anda sebagai tegal buat menyemai benih-sperma kehidupan alam baka, bukan sebaliknya. Dengan cara inilah engkau menjadi umat Islam sejati dan berhasil menggapai kejayaan internal umur.
بشر أمتي بالسناء والرفعة والتمكين في البلاد ما لم يطلبوا الدنيا بعمل الآخرة ، فمن طلب الدنيا بعمل الآخرة لم يكن له في الآخرة من نصيب. رواه أحمد والحاكم والبيهقي
“Berilah umatku siaran gembira nyata kebahagiaan, kemuliaan dan keberhasilan di bumi. Ini akan terwujud selama mereka tidak mengais kehidupan dunai dengan sara amalan akhirat. Produk siapa mengais kehidupan dunia dengan sarana amalan alam baka, niscaya tulat di akhirat engkau tidak memiliki bagian (dari kejayaan).”
(Riwayat Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi)
Tidak perlu kawatir, bila beliau membaktikan diri kamu; pikiran, tenaga, waktu dan lainnya untuk Tuhan, niscaya Almalik-lagi membalas dengan ekuivalen. Jaminan hidup bahagian di dunia dan akhirat benar-benar terkabul buat anda:
مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الأَْخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِى حَرْثِهِ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِى الأَْخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ . الشورى 20
“Barangsiapa yang memaksudkan keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di mayapada Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan mayapada dan tidak cak semau baginya suatu bagianpun di akhirat.”
(Qs. As Syura’: 20)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ. النحل 97
“Produk bisa jadi yang menyumbang sholeh, baik lelaki atau perempuan sedangkan dia beriman, maka sepatutnya ada akan Kami berikan kepadanya arwah yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri penampikan kepada mereka dengan pahala yang makin baik dari apa yang mutakadim mereka kerjakan.”
(Qs. An-Nahl: 97)
من كانت همه الآخرة جمع الله له شمله و جعل غناه في قلبه و أتته الدنيا راغمة و من كانت همه الدنيا فرق الله عليه أمره و جعل فقره بين عينيه و لم يأته من الدنيا إلا ما كتب الله لهز رواه هناد في الزهد وصححه الألباني
“Komoditas siapa yang pikirannya terpusat plong urusan akhirat, niscaya Allah akan menyatukan urusannya, menjadikan kekayaannya cak semau pada hatinya, dan harta benda manjapada akan menghampirinya dengan menunduk lagi mudah. Padahal siapa pun yang pikirannya terkonsentrasi pada urusan dunia, niscaya Allah akan mencerai-beraikan urusannya, kemiskinan selalu berada di depan matanya, dan enggak ada dari khasanah dunia yang menghampirinya selain yang telah Halikuljabbar tuliskan untuknya.”
(Riwayat Al hannad privat
kitab Az Zuhud
dan maka itu Al Albani dinyatakan bagaikan hadits shahih)
Nuruddin kacang Abdul Hadi As-Sindy mengomentari hadits ini dengan berkata:
“Kesimpulannya, setiap rizqi yang sudah lalu dituliskan cak bagi seorang hamba pasti kelak menghampirinya. Hanya saja barang siapa yang berjuang membangun kehidupan darul baka, niscaya rizkinya akan menghampirinya dengan begitu mudah. Sedangkan individu yang hanya berpikir mengejar keuntungan dunia, rizkinya hanya akan ia songsong dengan mumbung susah payah. Dengan demikian orang nan berjuang membina semangat darul baka berhasil menggabung keuntungan dunia dan alam baka. Sementara itu tujuan utama dari mencari rizki adalah untuk boleh hidup dengan nyaman, dan itu tekun berhasil digapai oleh pejuang akhirat. Sedangkan pejuang dunia ditimpa kegeruhan di marcapada dan akhirat, karena sejauh di bumi beliau senantiasa menanggung kesusahan privat upaya mencari harta. Bila demikian adanya, maka apalah gunanya gana bila pemiliknya tidak nikah merasakan kenyamanan?”
Terlebih berpunca itu, ternyata Allah Ta’ala tidak pernah mengantarai antara kehidupan dunia dan akhirat. Bahkan sebaliknya, kedua hayat ini ganti berkaitan, dengan prioritas nan berbeda. Atma akhirat adalah primer dan menjadi intiha bermula pertentangan hidup di dunia. Sedangkan kehidupan dunia ialah ladang penyemaian jauhar-semen vitalitas akhirat.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ . القصص 77
“Dan carilah pada segala apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah sira melengahkan bahagianmu berasal (kenikmatan) sekular dan berbuat baiklah (kepada khalayak lain) sama dengan Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah dia melakukan kebinasaan di (roman) bumi.Sememangnya Halikuljabbar tak menyukai bani adam-hamba allah nan mengamalkan kerusakan.”
(Qs. Al Qashash: 77)
Sahabat Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu
berpetuah:
كُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ
“Jadilah anda fragmen bersumber pejuang akhirat, dan janganlah beliau menjadi bagian dari pejuang bumi, karena sebenarnya sekarang yakni hari buat menyumbang dan tidak cak semau hisab (prediksi), sementara itu esok yaitu hari hisab (perhitungan) dan tidak terserah amalan.”
Akhirnya, sangat lain etis bila anda motifasi anda dalam menebar benih alam baka adalah untuk mendapatkan keuntungan bumi. Relah kamu menebar beni padi guna mendapatkan jerami? Mungkinkah suatu saat engkau membangun firma tetapi kerjakan mendapatkan limbah?
Adapun berbagai janji Allah Ta’ala dan Rasul-Nya berupa kehidupan dunia yang pas dan keuntungan keduniaan lainnya hanyalah sebatas motivasi tambahan. Misalnya hadits berikut:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم
“Tidaklah shodakoh itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan mahamulia, dan tidaklah seseorang bertawadhu’/merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya.”
(HR. Muslim)
Demikian juga halnya dengan hadits berikut:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. متفق عليه
“Dagangan siapa yang senang untuk dilapangkan (alias diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka sebaiknya ia bersilaturrahim.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Beraneka rupa keuntungan itu hanyalah keuntungan sekunder dan bukan primer, karenanya tak sesungguhnya sira menjadikannya sebagai suatu-satunya tujuan dan tembung atau menjadikannya sebagai motifasi penting internal beramal.
Terlebih-lebih rizki dan berbagai kejadian dunia telah Allah tentukan dan takdirkan,. Sungguh ruginya diri kamu bila dedikasi ibadah dia hanya dimaksudkan buat mendapatkan sesuatu nan tentu engkau dapatkan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْساْ لَنْ تَمُوَت حَتىَّ تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا، فَاتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ، خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرَمَ. رواه ابن ماجة وعبد الرزاق وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Aduhai umat orang, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik kerumahtanggaan mencari rizqi, karena sepantasnya tidaklah sendiri hamba akan mati, hingga dia benar-benar telah mengenyam seluruh rizqinya, walaupun telat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi. Tempuhlah jalan-jalan mencari rizki yang absah dan tinggalkan yang haram.”
(Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, serta dishahihkan makanya Al Albani)
Saudaraku! Coba engkau renungkan perihal orang-individu kafir yang bertindak jujur, dermawan, penyantun, dan lainnya. Mereka melakukan itu semua hanyalah untuk mendapatkan keuntungan dunia belaka. Akhirnya, jemah di hari qiyamat, mereka sahaja dapat tokak jemari, menyesali widita mereka nan pupus bak debu yang berterbangan.
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ {15} أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki umur marcapada dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di manjapada dengan sempurna dan mereka di manjapada itu enggak akan dirugikan. Itulah cucu adam-sosok yang tidak memperoleh di darul baka, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang sudah lalu mereka usahakan di manjapada dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”
(Qs. Huud 15-16)
Sreg ayat tak Sang pencipta Ta’ala berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا
“Dan Kami hadapi segala dedikasi yang mereka untuk, lalu Kami jadikan amal itu (seumpama) serdak yang berterbangan.”
(Qs. Al-Furqan: 23)
Karenanya kelak di hari qiyamat, akan cak semau cucu adam-orang yang semasa hidup di dunia banyak bersedekah dan berinfak, akan tetapi karena motivasinya hanya kepingin mendapatkan keuntungan dunia aktual kedudukan sosial belaka, maka ia tertulis orang-orang yang pertama kali dimasukkan ke kerumahtanggaan neraka. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Orang islam dan lainnya.
Saya yakin anda bukan mendambakan peristiwa yang demikian itu.
Saudaraku! semua itu merayapi mereka, karena mereka mengamalkan amalan tersebut sahaja untuk mencari keuntungan manjapada amung.
Saudaraku! singkat kata, bukan salah bila anda mengharapkan balasan dan keuntungan dunia atas amal ibadah anda, akan doang bukan benar bila anda menjadikannya sebagai motofasi utama maupun satu-satunya intensi.
Mudah-mudahan jawaban pendek dan sederhana ini bermanfaat, dan sebaiknya Allah melimpahkan istiqomah kepada kita semua.
Wallahu a’alam bisshawab
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Artikel: www.pengusahamuslim.com
Source: https://pengusahamuslim.com/1596-tanya-jawab-investasi-sedekah.html
Posted by: soaltugas.net