Qs Ali Imran Ayat 110

Artikel kali ini mengulas tentang syarat kerjakan menjadi umat terbaik dalam al-Quran. Allah Swt dalam Surat Ali Imran ayat 110 menegaskan perihal
amar ma’ruf nahi munkar. Ayat ini gelojoh dijadikan dalil bahwa umat Islam yakni umat terbaik. Allah Swt berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang widita dan mencegah dari yang mungkar, dan berketentuan kepada Yang mahakuasa Swt. Sekiranya Pakar Kitab beriktikad, tentulah itu lebih baik bakal mereka. Di antara mereka cak semau yang berkepastian, namun kebanyakan mereka yakni orang-basyar fasik.”

Ketika menafsirkan ayat ini, Anak lelaki Jarir At-Thabari menghimpun minimum tidak dua pendapat akan halnya siapa yang dimaksud dengan umat. Pendapat pertama menyucikan bahwa yang dimaksud dengan umat adalah hamba allah-orang yang eksodus  bersama Nabi saw berpunca Mekah ke Madinah (muhajirin). Pengetahuan ini didapat dari jalur riwayat Ibni Abbas berbunga Sa’id kedelai Jubair, al-Suddi, dan Ikrimah. Pendapat kedua bermula bersumber riwayat Abu Hurairah dan Mujahid mengatakan bahwa umat nan dimaksud ayat adalah siapa pun yang memenuhi tiga kriteria utama: a)  amar jasa baik, b) nahi munkar, dan c) beriktikad kepada Tuhan Swt sebagaimana disebutkan di dalam ayat.

Baca Juga: Inilah 3 Syarat Utama Implementasi Islam Wasathiyah Menurut Quraish Shihab

Anak laki-laki ‘Asyur internal tafsirnya menguraikan maksud dari kedua penafsiran di atas. Menurutnya keutamaan para sahabat dibanding umat sebelumnya yaitu karena mereka hidup ketika Utusan tuhan saw telah diutus. Dibandingkan dengan tahun sebelum Utusan tuhan diutus, maka sahabat merupakan umat di hari yang terbaik. Sedangkan keutamaan umat Nabi saw setelah beliau wafat yaitu ketika mereka melaksanakan tiga kriteria tadi: beriman, amar makruf, dan nahi munkar. Keutamaan ini terdapat pada perilaku dan tidak lepas dari ketentuan ayat sebelumnya: dengan tetap menjunjung tinggi al-khayr/kebajikan menyeluruh (Ali Imran ayat 104) dan menjaga persatuan (Ali Imran Ayat 105).

Menurut M. Quraish Shihab kata
ummat
secara semantik digunakan untuk menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuautu berupa agama nan sama, maupun waktu maupun arena yang sama. Bahkan kata Quraish, al-Quran dan hadis tidak mewatasi perkenalan awal umat hanya pada kerumunan turunan, titit seperti dalam Tindasan al-An’am ayat 38 dan semut dalam titah, juga disebut sebagai umat.

Shihab dalam Tafsir Al-Mishbahnya menambahkan bahwa umat yakni wasilah pertepatan privat denotasi apa pun: bangsa, suku, agama, ideologi dan sebagainya. Ikatan itu telah melahirkan satu umat, dengan demikian seluruh anggotanya adalah uri. Dengan banyak dan lenturnya makna umat ini, alas kata Shihab, kerumahtanggaan persamaan dan kebersamaannya dapat mencentang aneka perbedaan.

Bila menunggangi makna umat sebagai halnya dituliskan Quraish Shihab di atas, maka publik Indonesia merupakan suatu umat khusus karena memiliki ikatan persamaa. Perantaraan ini dideklarasikan pada tahun 1928 dalam momentum Sumpah Bujang. Puas puncaknya laksana sebuah bangsa, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan menjadi sebuah negara bangsa yang bersatu dan bebas.

Menarik penjelasan berpokok Hamka tercalit dengan kedaulatan ketika menyangkal ayat ini. Menurutnya suatu mahajana boleh hingga ke harga diri setinggi-tingginya ketika dia mempunyai otonomi. Kebebasan n domestik tiga intipati: kebebasan kemauan atau kehendak; kebebasan menyatakan manah dan pendapat (praksa); dan otonomi jiwa berpangkal keraguan (rasa). Ketiga intipati ini juga berkaitan dengan tiga syarat: amar makruf, nahi munkar, dan iman.

Saat seseorang telah punya kebebasan kehendak atau karsa dia akan bahadur menjadi penyuruh dan pencipta ragam makruf. Independensi yang mula-mula ini, perkenalan awal Hamka, mendorong umum agar tidak statis, mempunyai dinamika bakal hingga ke sesuatu nan kian ideal. Inilah hakikat semenjak yang makruf, berkaitan dengan takrif.

Kemudian kebebasan berpikir dan berpendapat dapat menimbulkan kewiraan menentang nan munkar, yang riuk. Mungkar itu koteng berguna ditolak, bukan diterima oleh peri-kemanusiaan. Bebas bagak mengatakan: itu yang salah! Ini nan moralistis! Juga berani menyanggupi risikonya. Independensi yang berkeberanian ini memandu kepada yang makruf.

Kedua kemandirian tersebut bersumber dari kedaulatan jiwa. Vitalitas nan mutakadim rontok dari segala belenggu bendawi. Iman adalah sumber semenjak jiwa yang nonblok, karena berketentuan kepada Allah Swt menghilangkan rasa tegak dan ragu.

Dalam konteks Indonesia waktu kolonial, prinsip kemerdekaan inilah yang dijadikan dasar buat anak bangsa buat berjuang mengembari penjajahan. Hamka menuturkan bahwa saat Jepang memerintahkan rakyat Indonesia, sebagai provinsi jajahannya, untuk ruku (keirei) ke puri Yamtuan Jepang, ayahnya (Abdul Karim Amrullah) memurukkan dan menjurus. Kemudian Hamka bertanya: “Ayah, tidaklah takut dengan ikab para kempetai Jepang?”

Ayahnya menjawab: “Ayah tidak takut kepada ranah, hai anakku! Nan ayah takuti merupakan yang sesudah mati!”

Baca Sekali lagi: Kata tambahan Surah Hud ayat 118-119: Rahmat Allah itu Faktual Kemampuan Bersikap Toleran

Sebelum kita menyelimuti uraian, penyadur ingin mengulas sedikit babak penggalan kedua Pertinggal Ali Imran Ayat 110 ini. Barangkali sidang pembaca bertanya-tanya bagaimana dengan pernyataan ayat: “Sekiranya Ahli Kitab berkeyakinan … sahaja kebanyakan mereka adalah sosok-bani adam fasik”?

Jawabannya ada puas ayat berikutnya ialah Surat Ali Imran ayat 113 – 114:

لَيْسُوا سَوَاءً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (113) يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Mereka tidak seluruhnya sekufu. Di antara Tukang Kitab ada yang golongan nan verbatim, mereka membaca ayat-ayat Halikuljabbar puas malam periode, dan mereka pula mencemarkan diri. Mereka berkeyakinan kepada Allah dan hari akhir, menyuruh yang makruf, dan mencegah terbit yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka terdaftar orang-orang shalih.”

Buya Hamka menerangkan bahwa ayat ini menegaskan sebuah syahadat bahwa di antara orang-individu Yahudi dan Nasrani terdapat banyak khalayak-orang yang shalih. Membaca kitab-kitab mereka dengan baik dan moralistis, menyuruh yang jasa baik dan mencegah yang munkar. Hamka mengakui bahwa sekalipun kitab-kitab mereka dianggap telah tercampur aduk, akan tetapi ayat dan ilham yang asli tetap masih cak semau.
Wallahu A’lam.

Source: https://tafsiralquran.id/surat-ali-imran-ayat-110-syarat-menjadi-umat-terbaik/

Posted by: soaltugas.net