1. Profil Albert Bandura

Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada tanggal 04 Desember 1925. Masa boncel dan remajanya dihabiskan di desa boncel dan juga mendapat pendidikan di sana. Pada hari 1949 anda mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam Jurusan Psikologi. Dia memperoleh gelar Temperatur di dalam bidang psikologi sreg tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doktor (Ph.D). Bandura mengatasi program doktornya dalam satah psikologi poliklinik, setelah musnah dia bekerja di Standford University. Bandura banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran bakal meneliti tingkah laku insan dan tertarik pada nilai eksperimen. Sreg tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima belas kasih American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution puas sempat 1980.

Plong tahun berikutnya, Bandura bertumbuk dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah larap sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah lalu mulai meneliti tentang agresi penerimaan sosial dan mengambil Richard Walters, muridnya yang purwa mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, lamun prinsip berlatih pas untuk mengklarifikasi dan meramalkan pertukaran tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan ataupun ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura dulu tenar dengan teori pembelajaran sosial, riuk satu konsep dalam sirkuit behaviorime nan mengistimewakan plong komponen psikologis dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.

2. Signifikansi Teori Belajar Sosial

Konsep motivasi sparing berkaitan erat dengan pendirian bahwa perilaku yang memperoleh pemantapan (reinforcement) di masa lalu makin punya prospek diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh stabilitas atau perilaku nan terkena siksa (punishment). Dalam kenyataannya, tinimbang membahas konsep motivasi belajar, pemuja teori perilaku lebih memfokuskan puas seberapa jauh siswatelah membiasakan lakukan mengerjakan pegangan sekolah dalam lembaga mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).

Dalam dasawarsa terakhir, penganut teori konstruktivisme memperluas titik api tradisionalnya pada pembelajaran eksklusif ke dimensi pembelajaran kolaboratif dan sosial. Konstruktivisme sosial boleh dipandang sebagai perpaduan antara aspek-aspek berasal karya Piaget dengan karya Bruner dan karya Vygotsky. Istilah Konstruktivisme komunal dikenalkan oleh Bryn Holmes di perian 2001. Dalam contoh ini, siswa tidak saja mengikuti pengajian pengkajian seperti halnya air mengalir menerobos saringan namun membiarkan mereka membentuk dirinya. Dalam perkembangannya muncullah istilah Teori Sparing Sosial dari para pakar pendidikan.

Pijakan sediakala teori berlatih sosial adalah bahwa manusia belajar melintasi pengamatannya terhadap perilaku orang tidak. Pakar yang paling banyak melakukan penekanan teori belajar sosial yaitu Albert Bandura dan Bernard Weiner. Meskipun classical dan operant conditioningdalam kejadian-keadaan tertentu masih yakni tipe berarti dari belajar, namun orang belajar tentang sebagian besar apa yang ia ketahui melalui observasi (pengamatan). Belajar melangkaui pengamatan farik dari classical dan operant conditioning karena enggak membutuhkan camar duka personal langsung dengan stimuli, penguatan kembali, maupun hukuman. Belajar melalui pengamatan secara terbelakang mengikutsertakan pengamatan perilaku insan tak, yang disebut sempurna, dan kemudian meniru perilaku ideal tersebut.

Baik anak-momongan alias khalayak dewasa belajar banyak hal semenjak pengamatan dan imitasi (peniruan) ini. Anak akil balig belajar bahasa, kesigapan sosial, kebiasaan, ketakjuban, dan banyak perilaku lain dengan membidas orang tuanya atau anak yang lebih dewasa. Banyak orang belajar akademik, atletik, dan keterampilan musik dengan mencamkan dan kemudian menirukan gueunya. Menurut psikolog Amerika Kongsi kelahiran Kanada Albert Bandura, pelopor dalam eksplorasi tentang belajar melalui pengamatan, tipe belajar ini memainkan peran yang utama dalam jalan karakter anak asuh. Bandura menemukan bukti bahwa berlatih rasam-adat seperti keindustrian, keramahan, pengendalian diri, keagresifan, dan ketidak sabaran sebagian berpunca ki belajar orang tua, anggota tanggungan tidak, dan tampin-temannya.

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang nisbi masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berlainan dengan penyanjung Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku makhluk tidak tetapi serempak otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul perumpamaan hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip asal sparing menurut teori ini, bahwa yang dipelajari turunan terutama dalam sparing sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan presentasi teoretis perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui anugerah reward dan punishment, sendiri individu akan berpikir dan mengemudiankan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-induk bala lain nan melebarkan teori belajar behavioristik ini, sebagai halnya: Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan pendirian kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode memayahkan (the fatigue method) dan Metode rangsangan tak serasi (the incompatible response method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori ini mengklarifikasi antologi ide tentang cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara perilaku yunior diperoleh melalui berlatih mengamati (observational learning). Teori belajar sosial Bandura digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku yang ditentukan, kebulatan hati, berlatih loncatan selancar, dan reaksi kognitif yang menjemukan sreg emosi.

Teori Pengajian pengkajian Sosial merupakan perluasan dari teori membiasakan perilaku nan tradisional (behavioristik). Teori penelaahan sosial ini dikembangkan maka itu Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian lautan berpunca prinsip-cara teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan puas kesan dan isyarat-isyarat pergantian perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Makara privat teori penelaahan sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif n domestik buat memahami bagaimana belajar berusul cucu adam enggak.

Intern pandangan belajar sosial hamba allah itu tak didorong maka dari itu kekuatan-kekuatan pecah intern dan juga lain dipengaruhi oleh stimulus-stimulus lingkungan. Teori belajar sosial menitikberatkan bahwa mileu-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan; mileu-lingkungan itu sebentar-sebentar dipilih dan diubah makanya makhluk itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, begitu juga dikutip makanya (Kard, 1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”.

Inti berusul pendedahan sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu ancang minimum utama kerumahtanggaan pembelajaran terpadu. Ada dua diversifikasi penataran melalui pengamatan, adalah:

a. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang enggak. Contohnya: seorang peserta melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka dia kemudian mencontoh berbuat perbuatan lain yang tujuannya proporsional ingin dipuji maka itu gurunya. Kejadian ini merupakan arketipe dari penguatan melalui pujian yang dialami orang enggak.

b. Penelaahan melalui pengamatan meniru perilaku komplet kendatipun model itu bukan mendapatkan pengukuhan berupa maupun penguatan negatif saat mengkritik itu sedang menyerang model itu, mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari makanya pengamat tersebut dan mengangankan beruntung penghargaan atau penstabilan apabila mengendalikan secara tuntas apa yang dipelajari itu. Lengkap tidak harus diperagakan makanya seseorang secara serempak, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran maupun pelukisan bikinan sebagai transendental (Sorot, 1998.a: 4).
Seperti pendekatan teori pengajian pengkajian terhadap kepribadian, teori pembelajaran sosial berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian lautan ketimbang tingkah laku manusia adalah diperoleh dari kerumahtanggaan diri, dan prinsip pengajian pengkajian sudah lalu cukup untuk menguraikan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya abnormal memberi perhatian pada konteks sosial di mana tingkah laku ini muncul dan minus mencerca bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan insan lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah kayun orang lain, individu akan belajar meneladan tingkah larap tersebut atau intern hal tertentu menjadikan bani adam lain perumpamaan model bagi dirinya.
Pendekatan teori sosial terhadap proses jalan sosial dan kesopansantunan siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).

a. Conditioning. Prosedur belajar internal mengembangkan perilaku sosial dan kesopansantunan pada dasarnya begitu juga prosedur belajar kerumahtanggaan meluaskan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran/membagi hadiah atau mengganjar) dan punishment (hukuman/memberi hukuman) untuk senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana nan terbiasa sira perbuat.

b. Imitation. Proses buatan atau peniruan. Internal kejadian ini, hamba allah tua dan guru seyogianya memainkan peran berguna sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi murid. Andai contoh, seorang pesuluh mengamati gurunya sendiri menerima seorang peziarah, habis menjawab salam, menyalami, beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan suhu tersebut diserap oleh album siswa. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan kesopansantunan siswa tersebut.

Mengimitasi teladan adalah atom paling terdahulu dalam hal bagaimana si momongan belajar bahasa, berhadapan dengan agresi, melebarkan pikiran moral dan belajar perilaku yang sesuai dengan gendernya. Kajian perilaku terapan (applied behavior analysis) merupakan korespondensi berpunca pengkondisian dan modeling, yang bisa kontributif menghilangkan perilaku nan tidak di inginkan dan memotivasi perilaku yang diinginkan secara sosial. Definisi belajar pada asasnya ialah hierarki perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan berkampung andai hasil interaksi dengan mileu yang mengikutsertakan proses serebral. Proses sparing dapat diartikan bak strata perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri petatar.

Mulai sejak penelitian awal Bandura, ratusan penelitian eksperimental lainnya akan halnya anak, akil balig, dan khalayak dewasa mutakadim menunjukkan hasil nan serupa, sehingga meyakinkan banyak psikolog bahwa mengobservasi agresi itu seorang bisa meningkatkan agresivitas (Uang lelah Kekerasan dan Taruna APA, 1993: Bushman & Anderson, 2001; Eron, 1995). Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa semakin jenjang kekerapan wasilah terhadap kekerasan dalam film ataupun televisi, semakin lestari pula kemungkinan seseorang buat berkarakter secara berangasan, bahkan selepas para pengkaji mengontrol kelas sosial, kecerdasan, dan factor-faktor lainnya (Anderson & Bushman, 2001).

Ketika siswa-siswa sekolah mengurangi waktu yang halal digunakannya kerjakan menyaksikan televisi atau main-main permainan video yang sering kali mengandung kekerasan, tingkat agresivitasnya akan menurun. Disimpulkan bahwa investigasi adapun kekerasan yang termaktub dalam televisi, serta film, permainan video, dan musik menunjukkan bukti nan jelas bahwa kekerasan pada sarana meningkatkan kecondongan perilaku agresif dan berkanjang, baik dalam jangka ringkas atau jangka jenjang (Anderson dkk., 2003).

Beberapa psikolog dan kritikus sosial berkeyakinan bahwa hubungannya lain sekuat yang diduga sehingga tidak mesti dikhawatirkan (Freedman, 2002). Kekerasan internal media tidak menyebabkan seluruh penontonnya, tambahan pula sebagian besar penontonnya, menjadi kasar. Banyak diantara mereka yang menganggapnya hanya andai kesenangan sesaat dan pulang ke rumah bikin sekali lagi mengerjakan jalan hidup rumahnya. Sesudah menyaksikan film-film dengan kekerasan, orang-orang agresif merasa lebih marah dibandingkan mereka nan tidak bernafsu, dan menumpu makin boleh jadi bertindak dengan lebih agresig terhadap turunan enggak.

Dalam pandangan sosial-serebral, kedua deduksi mengenai hubungan agresi dan media memiliki bukti dan dapat dibenarkan. Perilaku yang menunjukkan kekerasan yang ditampilkan secara berulang di wahana dapat menjadi kamil perilaku dan respons terhadap konflik yang akan diikuti oleh sebagian orang, begitu juga lagi iklan-iklan di media mempengaruhi banyak basyar untuk membeli dan mempengaruhi cara berpikir mereka mengenai tubuh lelaki atau perempuan yang teoretis.

Meskipun pendekatan perilaku sosial-kognitif mengenai pembelajaran berbeda dalam penekanannya, mereka mempunyai kesamaan dalam optimisme mendasar tentang kemungkinan perubahan kerumahtanggaan diri anak adam maupun masyarakat. Menurut Bandura, belajar itu lebih baik berusul sekedar perubahan prilaku. Berlatih adalah pencapaian informasi dan perilaku yang didasrai oleh wara-wara tersebut. Lewat teori observational leaning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu di anggap penting atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang dapat melibatkan diri internal ingatan simbolik, basyar cenderung untuk membimbing dirinya sendiri kerumahtanggaan belajar, yang penting merupakan kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dan perilaku cucu adam enggak.

Prinsip sparing menurut Bandura ialah usaha menguraikan berlatih dalam situasi alami, kejadian ini farik dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan social yang banyak memerlukan pengamatan mengenai pola perilaku beserta konsekuensinya. Kritik Bandura terhadap belajar itu sebagai kekeluargaan antar stimulus dan respon yaitu: (a) Kurang mengklarifikasi akan halnya diperolehnya respon yang plonco. Intern situasi alami menurut Bandura, insan akan mengamalkan lebih banyak daripada sekedar berkaca perilaku nan mutakadim ada. (b) Sahaja mengamati direct learning (belajar langsung) yaitu orang berperilaku sesuatu dan mengalami karenanya. Sebaliknya bandura mengatakan bahwa seorang anak asuh kerumahtanggaan hubungan pribadinya dengan manusia dewasa, melalui interaksi anak dan cucu adam tuanya, dengan persaan irinya dan sebagainya menyebabkan anak bercermin perilaku tertentu.

Teori belajar sosial ialah sebuah teori belajar nan relatif masih hijau dibandingkan dengan teori-teori membiasakan lainnya. Salah sendiri pemrakarsa utama teori ini adalah Albert Bandura, seorang psikologi pada Perkumpulan Standford Amerika serikat, dianggap ibarat seorang behavioris masa waktu ini yang moderat. Bandura memandang tingkah laku insan bukan belaka sekaligus otomatis atas stimulus, melainkan pun akibat reaksi yang kulur akibat interaksi anatar lingkungan dengan skema serebral insan itu sendiri. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral.

3. Teori Sparing Bandura

Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif dalam mengklarifikasi belajar dan perilaku. Melintasi serebral kita berarti Bandura berasumsi tentang pikiran khalayak dan memungkiri pengalaman mereka. Bandura menengkar bahwa sparing mania namun dapat terjadi saat orang pulang ingatan dari apa yang dikuatkan. Susunan kejadian itu merupakan perilaku ingin yang diikuti oleh penguatan), hanya Bandura akan membantah bahwa penguatan sedemikian itu lain akan menerimakan pengaturan yang kuat pada perilaku. Anak-anak purwa-tama harus mengerti pernah antara perilaku yang benar dan hal penguatan.

Internal perbedaan kursi Bandura, teori belajar tradisional (seperti Skinner dan Hull) berasumsi tidak mengakuri proses kognitif individu. Agaknya masalah utama cak bagi mendapatkan perilaku berpunca manusia kendati bisa dikuatkan. Menurut kedudukan tradisional, penguatan “menyaringkan” perilaku, membantu perilaku lebih terjadi lebih lanjut.

a. Pemodelan yang Tertunda (Delayed Modelling)

Pemodelan yang tertunda ini adalah suatu ketika di mana subjek (pengamat) bukan menunjukkan hasil berlatih terbit camar duka modelling hingga satu waktu di mana pengalaman modelling tersebut berhenti.

b. Variabel-lentur nan Mempengaruhi Sparing

Keadaan utama berpunca pendekatan tradisional ini, bakal terjadinya belajar, manusia harus melakukan performa/tampilan utama dan kemudian diberi hidayah. Menurut teori sparing sosial, perbuatan menyibuk cuma menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci pangkal pemahaman dalam proses belajar dapat diringkas internal 4 tahap ialah: atensi atau manah, retensi/mengingat, reproduksi gerak, dan tembung.

1) Atensi alias Manah

Menyerahkan perhatian pada khalayak yang ditiru. Sebagai pengamat anak adam tidak dapat sparing melalui observasi kecuali kaku sira memperhatikan kegiatan-kegiatan nan diperagakan maka dari itu model itu koteng dan benar-benar memahaminya. Mencakup peristiwa emulsi (adanya kejelasan, keterlibatan ingatan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai khasiat) dan karakteristik pengamatan (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya).

Jika reaksi baru nan dipelajari dari menyibuk/mendengar lainnya, maka hal itu jelas bahwa tingkat memberi perhatian yang enggak akan menjadi yang terpenting. Lebih mendalam lagi berikut faktor-faktor untuk mendapatkan perhatian, antara lain (a) penggalian utama berpangkal perilaku menonjol, (b) memperoleh perhatian dari ucapan/teguran, dan (c) menjatah aktivitas umum dalam penggalan-episode yang wajar jadi suku cadang kegesitan boleh menonjol.

2) Retensi

Seorang pengamat harus dapat memahfuzkan apa yang yang telah dilihatnya. Anda harus mengubah informasi yang diamatinya menjadi lembaga gambaran mental, atau mengubah simbol-simbol verbal, dan kemudian menyimpan internal ingatannya. Mencakup kode pengkodean simbolik, mobilisasi pikiran, pengulangan simbol, pengulangan motorik.

Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori maupun tidak, dan dasar kerjakan penyimpanan merupakan metode yang digunakan untuk penyandian atau mengegolkan respon. Penyandian dalam symbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif orang atau ringkasan secara verbal tindakan yang mereka amati. Waktu respon nan diamati disandikan, ingatan kesan okuler atau symbol verbal dapat berlanjutdengan melatih kembali secara mental. Dengan semacam itu, penyandian akan mencoba untuk berpikir giat akan halnya tindakan dan menimang kembali penyandian verbal.

3) Reproduksi Gerak

Reproduksi motorik yaitu proses emulsi merupakan mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi tindakan. Mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik. Waktu fakta-fakta dari tindakan baru disandikan dalam sejarah, mereka harus dirubah lagi dalam tindakan yang tepat. Rangkaian tindakan hijau adalah symbol permulaan dominasi dan berlatih, semua waktu dibandiungkan dengan ingatan/memori dari perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam afiliasi tindakan yunior, dan pertautan perilaku awal.

Perilaku sepantasnya dicatat oleh turunan dan mungkin sekali lagi oleh pengamat yang memberikan timbal pencong yang benar dari perilaku gemar meniru. Dasar penyesuaian berasal timbang mengot menciptakan menjadikan dominasi simbolik rangkaian tindakan baru, dan asosiasi perilaku dimulai sekali lagi. Teori membiasakan sosial memperkenalkan tiga prasyarat utama bagi berakibat dalam proses ini. Pertama, orang harus memiliki komponen keterampilan. Rata-rata korespondensi perilaku model privat penggalian Bandura bikinan dari suku cadang perilaku yang sudah diketahui cucu adam. Kedua, individu harus mempunyai kapasitas awak bakal mengapalkan komponen kelincahan dalam mengkoordinasikan gerakan. Ketiga, hasil yang dicapai dalam rekonsiliasi performa/ pertuntukan memerlukan pergerakan khalayak nan dengan mudah tampak.

4) Penguatan dan Tembung

Pokok persoalan berbunga atensi, retensi, dan reproduksi gerak sebagian osean berhubungan dengan kemampuan orang untuk meneladan perilaku penguatan menjadi relevan. Ketika kita menyedang menstimulus hamba allah cak bagi menunjukkan pengetahuan puas perilaku nan benar. Walaupun teori berlatih sosial mengandung penguatan untuk tidak menambah pengetahuan faedah “mengamati dalam perilaku”, itu peran utama memberi penguatan (hadiah & siksa) begitu juga sendiri motivator.

Secara ringkas, teori membiasakan sosial Bandtura memiliki dua implikasi terdepan, yaitu (a) respon hijau mungkin dipelajari tanpa having to perform them (learning by observation), dan (b) pemberian dan azab terutama mempengaruhi atraksi (performance) dari perilaku yang dipelajari. Bagaimanapun ketika menerimakan kemajuan, mereka memiliki pengaruh suplemen atau kedua dalam makrifat atau belajar berpangkal perilaku baru yang terus pengaruhnya pada atensi dan latihan.

c. Determinisme Resiprok (Reciprocal Determinism)

Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya interaksi antara anak adam, lingkungan, dan perilaku makhluk tersebut, menghasilkan perilaku berikutnya. Dari konsep ini, bisa dikatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan, atau mileu alias orang mempengaruhi perilaku.

d. Perilaku Diatur-Koteng (Self-Regulated Behavior)

Bandura mengatakan bahwa perilaku khalayak sebagian besar merupakan perilaku yang diatur maka dari itu dirinya sendiri (self-regulated behavior). Sosok sparing suatu barometer performa (performance standards), yang menjadi sumber akar evaluasi diri. Apabila tindakan seseorang bisa sesuai atau justru melebihi patokan manifestasi, maka ia akan dinilai berupa, tetapi sebaliknya, bila anda tidak gemuk berperilaku sesuai standar, dengan kata bukan performanya di bawah standar, maka kamu akan dinilai negatif.

Selain itu, anggapan mengenai kecakapan diri (perceived self-efficacy) juga berperan raksasa dalam perilaku nan diatur sendiri. Anggapan tentang kecakapan diri ini adalah keyakinan seseorang bahwa dia mampu bakal melakukan sesuatu. Dari anggapan ini, unjuk motivasi basyar untuk berprestasi (apabila anggapannya konkret) atau bahkan dismotivasi bikin melakukan suatu hal (apabila anggapannya subversif).

Sewaktu-waktu, anggapan adapun kecakapan diri seseorang tidak sesuai dengan kecakapan diri sesungguhnya (real self-efficacy). Seseorang terlalu berpengharapan dia dapat melakukan sesuatu, tetapi pada kenyataannya sebenarnya dia lain berlambak. Bila hal ini terjadi, maka makhluk akan merasa frustasi dan rendah diri.

e. Tindakan Tata susila (Adab Conduct)

Seseorang akan mempelajari kode kesopansantunan (moral code) terbit konseptual. Kode etik ini menentukan perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana nan akan mendapat skeptis bila dilakukan dan perilaku mana nan tak. Apabila seseorang menunjang kode budi pekerti, khalayak tersebut akan mengalami self-contempt (menyalahkan/risi pada diri koteng), yang merupakan camar duka yang lain menyenangkan. Cuma kerumahtanggaan perkembangannya, Bandura melihat sebuah mekanisme di mana seseorang bisa melakukan pelanggaran adab minus mengalami self-contempt. Mekanisme ini seperti dijabarkan maka dari itu Hergenhahn dan Olson (1997) adalah:

1) Justifikasi Etik (moral justification). Dalam justifikasi tata susila, seseorang menasdikkan pelanggaran tata krama karena alasan nan lebih mulia. Contohnya, orang yang maling mengatakan bahwa beliau mencuri bikin menghidupi keluarganya.

2) Pelabelan Eufemistis (euphemistic labelling). Dalam pelabelan eufimistis, seseorang menyebut hal yang tercela sebagai suatu idiom nan halus. Contohnya, seorang dukun disebut bukan “mendabih pasiennya” doang “menentramkan kesengsaraan pasien”.

3) Rasio yang Menguntungkan (advantageous comparison). N domestik perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan perilaku pelanggaran moral dengan pelanggaran bukan yang bertambah jarang, sehingga hamba allah tersebut boleh membenarkan diri. Contohnya, seorang pencuri ayam jago membandingkan perbuatannya dengan sendiri koruptor, yang kesalahannyalebih besar.

4) Pengalihan Pikulan Jawab (displacement of responsibility). Dalam pengalihan pikulan jawab, seseorang membenarkan pelanggaran tata susila karena ada perintah dari pihak kontrol yang lebih tinggi. Contohnya, seorang pembunuh suruhan bukan merasa bersalah, karena nan menyuruhnya ialah si bos.

5) Pembauran Muatan Jawab (diffusion of responsibility). Dalam pembauran tanggung jawab, pertanggungjawaban atas suatu pelanggaran kepatutan memudar (bias) atas pelanggaran kepatutan karena ditanggung kontan. Ibarat sempurna, koruptor tidak merasa bersalah, karena dia berbuat penyelewengan bersama-sebagai halnya rekan-rekan kerjanya.

6) Pencuaian atau Digresi Konsekuensi (disregard or distortion of consequences). Intern pengabaian atau distorsi konsekuensi, seseorang mengabaikan bahaya nan akan ditimbulkan bersumber perbuatannya. Contohnya, para perusuh yang melakukan pemboman, mereka bisa jadi mengatakan bahwa mereka hanya menaruh bom, kemudian persinggahan itu akan hilang ditelan gas.

7) Dehumanisasi (dehumanization). Dengan menganggap hamba allah tak sebagai makhluk nan makin cacat, pelanggaran moral bisa dilakukan minus self-contempt. Contohnya, plong zaman sangat, individu kulit murni bisa dengan semena-mena mengaryakan dan menyiksa orang selerang hitam karena merasa bahwa basyar kulit hitam memiliki derajat yang lebih cacat dari dirinya.

8) Atribusi Kesalahan (attribution of blame). Dalam atribusi kesalahan, seseorang menyalahkan pihak lain atas pengingkaran moral yang mutakadim diperbuatnya. Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah karena korban memakai busana dan berperilaku menggoda.

.

Karena manusia bisa mengeset perilakunya koteng, bukan berarti dia dapat bebas berbuat apa tetapi sekehendak hatinya. Bandura mendefinisikan kebebasan (freedom) sebagai sejumlah pilihan yang tersedia dan kesempatan lakukan melakukannya. Ketidakleluasaan dari sortiran bebas adalah:

1) Inkompetensi (incompetence). Pada inkompetensi, khalayak tidak mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan sortiran-pilihan yang ada di lingkungan.

2) Ketakutan akan ketidakterjaminan (unwarranted fears). Adanya rasa takut bahwa saringan-pilihan dan kesempatan-kesempatan tidak menjamin keuntungan bagi diri menciptakan menjadikan pilihan bebas seseorang terganggu.

3) Kepastian diri yang berlebihan (excessive self-ensure). Rasa percaya diri yang berlebihan mengakibatkan seseorang untuk cekut pilihan alias kesempatan yang sesak tinggi, nan tidak sesuai dengan kondisi aktual dirinya, dan sreg karenanya, dia koteng tidak mampu kerjakan menjalankannya.

4) Penghambat Sosial, maujud prasangka dan diskriminasi (Social Inhibitors-prejudice, discrimination). Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat pilihan netral seseorang minus (Hergenhahn dan Olson, 1997).

.f. Proses Kognitif nan Salah (Faulty Cognitive Processes)

Sebagaimana manusia mutakadim belajar tentang kode etik, self-efficacy, dan mampu mengatur perilakunya sendiri, boleh dikatakan bahwa perilaku turunan semuanya melibatkan proses serebral. Seseorang bisa membayangkan berbagai kejadian internal pikiran (imagine) dan boleh memperngaruhi perilaku. Sayangnya, proses kognitif nan salah (faulty cognitive processes) bisa membancang perilaku atau lebih-lebih bisa memunculkan perilaku nan salah.

Sebab-sebab munculnya pemrosesan serebral yang keseleo adalah : (1) Anak mengevaluasi manifestasi. Anak-anak condong buat melihat terbit penampakan. Pada perkembangannya, melihat berdasarkan penampilan ini bisa memunculkan perilaku yang salah. Misalnya ketika seseorang mengaram laki-laki yang kekar, berwajah kering, dan berajah, sosok tersebut dapat sekadar berperilaku siaga ataupun menghindari, atau justru takut, karena bersendikan penampilannya, pria tadi tampak begitu juga besar kalang. (2) Pemikiran keliru karena salah wara-wara dan bukti yang tak mencukupi. Seseorang terkadang berperilaku salah karena dia pelecok mempersepsi suatu hal, bisa disebabkan oleh pemberitaan nan salah ataupun bukti terhadap suatu hal yang bukan cukup. Contohnya, kita mendengar gosip bahwa teman sekelas kita adalah seorang pencuri, kita akan menjauhi teman tersebut, membencinya, atau malar-malar mencurigainya (laporan yang keseleo). Gosip tersebut juga beredar karena bukti belum cukup, tapi orang sudah lalu berperilaku berprasangka duluan. (3) Pemrosesan informasi yang keliru. Seseorang terkadang beriktikad orang lain begini maupun sedemikian itu, dan itu mempengaruhi persepsinya terhadap orang lain. Misalnya, seseorang berkeyakinan bahwa petambak itu bodoh, maka anak adam tersebut akan mengijmalkan bahwa setiap petani yang kamu temui adalah bodoh.

1) Modeling (Peniruan)

Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) melakukan eksperimen pada momongan-momongan nan juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan boleh berperan saja melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) kendatipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses berlatih begini disebut “observational learning” maupun pengajian pengkajian melalui pengamatan.

Bandura (1971), kemudian mensyurkan agar teori pengajian pengkajian sosial diperbaiki memandang teori pembelajaran sosial nan sebelumnya namun mementingkan perilaku sonder mempertimbangan aspek mental seseorang. Menurut Bandura, perlakuan seseorang merupakan hasil interaksi faktor intern diri (kognitif) dan lingkungan. rukyat ini menjelaskan, beliau sudah lalu mengemukakan teori pendedahan mimikri, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan momongan-anak apabila mereka menonton orang dewasa menimbuk, mengetuk dengan palu ferum dan mengantuk serempak menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak asuh-anak ini diarah berlaku di kamar permainan dan terletak arca sebagai halnya yang ditayangkan dalam video.

Setelah momongan-anak tersebut menyibuk patung tersebut, mereka ki belajar aksi-kampanye yang dilakukan oleh orang nan mereka tonton internal video. Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara emulsi yaitu meniru secara serentak. Contohnya temperatur takhlik demostrasi mandu membuat pesawat udara kertas dan pelajar meneladan secara spontan. Seterusnya proses emulsi melangkaui transendental tingkah laku. Contohnya anak asuh-anak bercermin tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah kayun bersorak yakni hipotetis perilaku di lapangan.

Peristiwa sebaliknya jika momongan-momongan bersorak di dalam kelas kontan guru mengajar,semestinya temperatur akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku nan dilakukan enggak dibenarkan privat keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi teladan perilaku dalam situasi tersebut. Proses emulsi yang lebih lanjut ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perlintasan lega orang enggak. Contohnya koteng anak-anak melihat temannya melukis bunga dan ketimbul kehausan privat diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan bermain apabila momongan-momongan tersebut mengaram temannya melukis rente.

Karakteristik nan ditonjolkan dalam pendedahan modelling antara lain adalah: (1) Partikel pembelajaran utama adalah pemerhatian dan mimikri. (2) Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, arketipe, poin dan lain-lain. (3) Murid meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru perumpamaan ideal (4) Pelajar memperoleh kemampuan kalau memperoleh kepuasan dan penstabilan yang positif. (5) Proses pembelajaran menutupi perhatian, menghafal, peniruan, dengan tingkah laris alias timbang perot yang sesuai, diakhiri dengan pengukuhan yang positif.

2) Eksperimen

Albert Bandura Eksperimen yang sangat naik daun merupakan eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru sebagai halnya perilaku bernafsu dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura koteng tokoh teori belajar sosial ini menyatakan bahwa proses pendedahan boleh dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan memperalat pendekatan permodelan. Beliau mengklarifikasi lagi bahwa aspek perhatian petatar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.

4. Permohonan Teori Bandura

Contoh aplikasi teori membiasakan Bandura yakni momen seorang anak belajar untuk mengendarai sepeda. Ditahap perasaan, si anak asuh akan tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding dengan orang yang mengamalkan aktifitas tak nan dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, beliau akan mengupas bagaimana seseorang menciau sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan intern perhatian si anak asuh akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyurutkan dan suatu saat sekiranya waktunya tepat ia akan meminta ayahnya untuk mengajarinya naik kuda sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-ter-hormat belajar mengendarai besikal bersama sang ayah. Saat anak itu sudah berhasil, di sinilah tugas sang ayah bakal membagi reward sebagai bagan apresiasi atas keberhasilan sang momongan sekaligus yaitu tahap motivasi.

Proses pembentukan perilaku berasal enggak suka sparing menjadi suka belajar dapat dilakukan melewati banyak cara, diantaranya adalah dengan modeling. Sekiranya siapapun yang ada di flat atau di ingkungan momongan sudah teristiadat belajar sejak boncel maka hal ini akan diobservasi makanya anak secara terus menerus dalam hidupnya. Kemudian anak asuh ini difasilitasi dengan banyak media baik yang alami maupun buatan untuk menyorong minat belajarnya,misalnya positif buku referensi, buku catat dan kelengkapannya, serta media cetak atau audio visual nan ditata secara menggelandang di flat alias keramaian kerubungan sparing yang ada. Sosok tua alias guru ataupun instruktur bermain ganda, misal ideal simultan sebagai pamong membiasakan.

Tanpa ada gertakan, hukuman, ketegangan, ketakutan akan membuat anak nyaman, tenang, untuk berlatih dengan pamongnya. Dominansi pemberian selalu, kelembutan, contoh yang nyata, keterbukaan, kesantunan, pujian, apresiasi, senyuman akan sangat memurukkan munculnya perilaku yang diharapkan. Kesinambungan proses begitu juga ini akan mengkristal dalam jiwa dan pikir anak sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam hidupnya. Lain akan mudah lekang oleh waktu dan permintaan zaman yang semakin tidak karuan.

Penerapan privat tutorial ekonomi dan akuntansi guru dapat membawa para siswanya ke swalayan, pasar, toko, koperasi, perbisnisan surat berharga, bank, BMT, salon, dan lain lain yang jelas ke sendi pusat perdagangan maupun ekonomi. Di tempat ini murid boleh belajar menghitung laba, menarik minat konsumen buat membeli barang atau jasa, mengemas barang sehingga menjadi terjangkau buat dibeli masyarakat papan bawah menengah ke bawah, memberi bonus bikin pelanggan yang tepat hari mengupah cicilan.

Penerapan intern pelajaran sejarah guru bisa membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk mengamati lokasi Sinuhun Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang merapah Indonesia. Selain itu, mengamati tandu yang digunakan untuk mengusung Jendral Raksasa Sudirman saat bergerilya intern kondisi linu paru paru. Sambil mencela target bulan-bulanan belajar tersebut temperatur dapat memberikan permakluman yang pas untuk menumbuhkan rasa patriotisme ataupun membagi informasi penting tentang sejarah Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa.

Dengan metode observasi dan modeling yang menjadi ciri utama Teori Bandura petatar dapat membiasakan sambil menikmati indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha Penghasil, murid dapat menghirup segarnya awan di asing kelas dengan sepuas puasnya. Peserta dapat mengimbangi kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak mangsa alami dan fenomena fenomena baru dibawah bimbingan gurunya. Petatar dapat berdebat dan adu argumentasi setelah menemukan banyak data di tanah lapang yang dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan sendiri kabar baru (inquiry) sehabis mencerca dan beranggar pena serta adendum informasi mulai sejak musuh dan gurunya. Mereka tidak akan merasakan lelah atau sesak lama berlatih langsung di alam ataupun menyerang langsung objek berlatih yang kudus atau alami. Serempak hawa bisa memberi penilaian yang selayaknya dari kemampuan para siswanya sesudah mengaram, mendengar, memasalahkan masalah, mengumpulkan data dan menganjur kesimpulan bersama seluruh siswanya. Kondisi pesuluh yang sebagaimana ini berfaedah bikin boleh memintasi kejenuhan fisik alias psikis siswa dalam berlatih, karena di metode belajar ini temperatur mengaitkan serempak antara materi pelajaran dengan alam (yang memiliki komponen biotik konkret turunan atma dan suku cadang abiotik kasatmata benda sunyi) atau kehidupan sehari tahun.

Memang diperlukan anju dan ketangguhan profesi dari sang guru maupun orangf tua baik berupa fisik maupun psikis internal menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan munculnya banyak kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru berpokok konsep mantra nan diperoleh murid, yang farik jauh dengan teori yang ada di kancing atau media belajar cetak maupun elektronik yang bukan.

Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan temuan temuan murid yang mulai tumbuh pola berpikir dalam-dalam analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan jawaban berpunca permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang kerjakan bisa mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat menghantarkan siswa bikin mengungkapkan siasat kancing sendang yang ada pada pelajar atau di persuratan, membeberkan internet, memberi kesempatan sawala pada kelompok, sebelum akhirnya konklusi nan etis akan diperoleh dibawah bimbingan guru.

Dari ideal abstrak di atas terbukti sudah bahwa dengan aplikasi teori sparing Bandura dapat menciptakan masyarakat membiasakan lakukan seluruh siswa maupun anak, menimbulkan banyak pertanyaan, membuat murid atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep konsep ilmu, guru boleh mengadakan penilaian yang sebenarnya bersumber kemampuan yang dimiliki setiap pelajar atau anak, master maupun pelajar lain bisa menjadi model belajar anak asuh dan membiasakan berpikir dalam-dalam konstruktif cak bagi siswa maupun anak. Pada akhirnya diharapkan adanya pertukaran perilaku anak berbunga bukan demen belajar menjadi terbiasa belajar.

5. Kelebihan dan Kelemahan Teori Albert Bandura

Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui sistem psikologis orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku khalayak bukan cuma berbarengan atas stimulus (S-R bond), melainkan lagi akibat reaksi yang ketimbul akibat interaksi antara mileu dengan kognitif manusia itu sendiri.

Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan merespon) dan imitation (mimikri). Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya penajaman empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses nan menguraikan urut-urutan anak-anak, faktor sosial dan serebral. Kelemahan yang terdapat pada teori ini adalah kapan proses penerimaan informasi yang tidak melihat aspek riil dan negatifnya. Jika individu membiasakan atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melintasi mimikri (modeling), sudah karuan terdapat sebagian individu nan menggunakan teknik mimikri ini juga akan meniru tingkah kayun nan subversif, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam publik.

Daftar Reference
Ahmadi, Duli dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Berlatih. Jakarta: Rineka Cipta.
Al Rasyidin dan Wahyudin Nur Nasution. 2022. Teori Belajar dan pembelajaran, Gelanggang: Perdana Publishing.
Baharuddin dan Esa Pendar Wahyuni. 2007. Teori Balajar dan Penataran. Jogjakarta: Ar-RUZZ Alat angkut.
Ballard, Brigid and John Clanchy. 1984. Study Abroady: A Manual for Mendapat Studens. Selangor Malaysia: Darul Ihsan.
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali.
Biggs, J.B and Collis, K.F. 1982. Evaluating the Quality of Learning: the SOLO Taxonomy. New York: Academic Press.
Biggs, J.B and Collis, K.F. 1991. Multimodal learning and the quality of intelligent behaviour. In H.Rowe (ed.).
Bruno, Frank. 1987. Dictionary of Key Word Psy­cho­logy, London: Routledge & Kegan Paul.
Budiningsih, C Asri. 2005. Sparing dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New York: Dell Publishing Co. Inc.
Crowley, L Mary. 1987. The Van Hiele Model of the development of Geometric Thought. Privat Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of mathematics (NCTM). United State of America.
Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Berlatih. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Strata PPLPTK.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1988. Ilmu Pengajar­an: Taksonomi Variable. Jakarta: Dep­dikbud, Direktorat Jendral Pendidikan Tangga PPLPTK.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Aji-aji Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1997. Politik Pem­belajaran Mengorganisasi Isi dengan Komplet Elaborasi. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2022 Psikologi Membiasakan, Jakarta: Rineka Cipta.
Gage, N.L., and Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally.
Gagne, E.D. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company.
Gredler, Margaret and E. Bell. 1986. Learning And Instruction Theory Into Practice. Mc.­Mi­lan Publishing Company. Diterjemah­centung makanya Munandir. Jakarta: Raja­wali.
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 1997. An Introduction to Theories of Learning, 3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall International.
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Karso, et.al. 1993. Pangkal-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and Teaching in Higher Education. London: Paul Chapman Publishing.
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press.
Muchith, M. Saekhan. 2008. Pendedahan Kontekstual. Semarang: RaSAIL Media Grup.
Nasution, Fauziah. 2022. Psikologi Masyarakat, Buku Panduan kerjakan Fakultas Tarbiyah IAIN SU.
Neiser, Uris. 1976. Cognition and Reality: Principles and Implication of Cognitive Psycology. San Fransisco: Freman and Company.
Romiszowki, A. J. 1981. Designing Instructional Systems. London: The Ancher Ltd.
Slavin, Robert E. 1994. Educational Psycology: Theory and Practice. America: The United States of America.
Slavin, Robert E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Suherman, Erman dan Winataputra, Udin S. 1992. Strategi Berlatih Mengajar Matematika. Depdikbud. Jakarta.
Sujana, Nana & Ahmad Rivai. 1989. Teknologi Indoktrinasi. Bandung: Semarak Hijau.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.¸Yogyakarta: KANISIUS.
Syah, Muhibbin. 1996. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Hijau. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Sparing. Jakarta: Grafindo Persada.
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di kelas. Jakarta, Cerdas Pustaka.
Winataputra, Udin S. 2007. Teori Belajar Dan Penerimaan. Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Witig, Arno F. 1981. Psycology of Learning. New York: Mc.Grow Hill Bokk Company.